kicknews.today – Suku Sasak sebagai penduduk asli Pulau Lombok dan menjadi bagian dari masyarakat global, sangat kaya akan budaya dan adat yang tergolong maju dan kompleks. Kemajuan peradaban Sasak yang terkadang kurang bisa dimaknai oleh sebagian pihak itu, diantaranya mengandung semangat yang berorientasi moderat.
Sehingga isu-isu nasional bahkan global tidak luput dari atensi sebagian tokoh, budayawan dan cendikiawan Sasak. Diantaranya perhelatan International Pertemuan para pemimpin negara G20 yang dalam waktu dekat ini akan digelar di Bali, yang merupakan tetangga terdekat NTB.
“Kita akan kedatangan tamu-tamu banyak kepala negara. Maka sebagai tetangga InsyaAlloh kita sebagai Orang Sasak akan ikut mendukung suksesnya pelaksanaan event G20 tersebut. Bentuk dukunganya adalah dengan menjaga kondusifitas dan menunjukkan keramahan serta lebih waspada,” ungkap Lalu Bayu Windia Ketua Majelis Adat Sasak.
Sebagai tindak lanjut kongkrit, Majelis Adat Sasak (MAS) menginisiasi pertemuan berbalut forum diskusi yang dilaksanakan di salah satu hotel di Mataram Jumat (21 10 22). Pemateri yang dihadirkan adalah seorang tokoh berlatar perkerja budaya dan seni serta seorang pemateri berlatar religius moderat.
H Lalu Agus Faturahman selaku pemateri berlatar budaya dan seni, memaparkan beberapa sisi yang menjadi sifat asli Orang Sasak. Diantaranya terkait kesadaran tentang pentingnya mempertahankan sikap moderat.
“Moderat itu berasal dari kata mode, artinya selalu berada ditengah. Tidak ekstrim kiri atau kanan.” ungkap Tokoh Senior Sasak yang akrab disapa Miq Agus itu.
Lebih lanjut dalam konsepsi nasionalisme Suku Sasak Lombok memiliki persepsi dan deskripsinya sendiri, diantaranya dalam memaknai budaya sebagai modal sosial bernegara.
Sementara TGH Subki Sasaki selaku pemateri berlatar religius moderat, memberi pemaparan tentang konsep bernegara dalam persepsi Agama Islam. Menurutnya pola kepemimpinan dalam konteks bernegara bisa dijalankan dengan berbagai bentuk dan tetap termasuk dalam sebutan kekhalifahan.
“Khilafah atau kekalifahan itu maksudnya adanya pergantian pemimpin. Saat era Rosul dan para sahabat bentuk pemerintahannya juga berbeda-beda. Islam memberi ruang adanya penyesuaian bentuk pemerintahan itu,” ungkap Tuan Guru yang memiliki semangat muda itu.
Dilanjutkannya bahwa dalam konteks Negra Indonesia bentuk pemerintahan yang sesuai adalah khilafah demokrasi. Berbeda dengan Arab yang menganut sistem uni emirat atau Brunei yang menggunakan sistem kesultanan.
Dalam forum yang dihadiri puluhan Tokoh Sasak se-Pulau Lombok itu, berjalan forum diskusi yang cukup hangat setelah kedua nara sumber usai memaparkan materinya. Berbagai sudut persepsi tentang jiwa kesasakan mengemuka. Terbahas juga sejumlah kondisi yang kerap menjadi atensi dalam keseharian kehidupan bermasyarakat di Lombok NTB. (hl)