Oleh: Andi Fardian, M.A
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua tahun 2025 mencapai 5,12 persen. Ini di luar prediksi para ahli yang menduga pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen. Pertumbuhan ini, salah satunya disebabkan oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja. Per Februari 2025, angkatan kerja yang terserap sebanyak 3,59 juta orang. Melansir Kompas (7 Agustus 2025), angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan tertinggi di ASEAN dan G20. Ini adalah sinyal positif di tengah ketidakpastian global.

Artinya, Indonesia baik-baik saja dan terus berkembang. Kendati masih ada kekurangan di berbagai aspek, sebagai bangsa yang besar, kita harus menjaga optimisme. Para pembenci pemerintah mengatakan bahwa Indonesia akan gelap, bahkan sebagian dari mereka mengatakan sedang gelap. Resesi ekonomi juga akan terjadi, prediksi mereka dengan emosional. Tapi buktinya, Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Penyerapan tenaga kerja mencapai 97,73 persen. Apa betul Indonesia kekurangan lapangan pekerjaan? Merujuk pada data, sepertinya tidak. Tetapi memang, pemerataan lapangan pekerjaan untuk berbagai kalangan perlu mendapatkan perhatian lebih.
Istilah “pembenci pemerintah” sengaja saya gunakan untuk membedakannya dengan pengkritik pemerintah. Pembenci pemerintah akan selalu mencari kesalahan dan celah kepemimpinan tanpa memberikan jalan keluar yang terukur. Mereka hanya melihat Indonesia dari kacamata negatif dan pesimisme. Sedangkan pengkritik akan selalu melihat dengan objektif dan mengapresiasi berbagai kemajuan dan perkembangan yang dicapai oleh kerja-kerja dan praktik baik pemerintah, tetapi di sisi lain akan mengkritik jika ada kekurangan dan ketimpangan. Kritik disampaikan dengan argumentasi yang metodologis dan mengesampingkan perasaan subjektif untuk mencegah bias.
Pembenci pemerintah menggaungkan “Indonesia gelap”. Pertanyaannya, dari parameter apa hingga akhirnya menyimpulkan bahwa Indonesia gelap? Tidakkah itu lahir dari sikap pesimisme? Atau bisa jadi karena ada kepentingan-kepentingan tertentu yang menunggangi? Seharusnya, optimisme harus diperbesar dengan sikap kritis yang konstruktif.
Indonesia tidak akan gelap, akan baik-baik saja. Negara ini sedang tumbuh dengan pelan. Kendati ada banyak persoalan yang membutuhkan kerja keras dan fokus kita sebagai bangsa, dengan pengalaman di usia menjelang 80 tahun, bangsa ini mampu menyelesaikannya dengan baik.
Menuju Indonesia yang Lebih Terang
Optimisme tidak berarti menutup mata terhadap berbagai persoalan. Korupsi makin merajalela, akses terhadap pendidikan belum merata, akses terhadap kesehatan pun masih terdapat ketimpangan. Iuran BPJS akan naik pada tahun 2026, termasuk program Makan Bergizi Gratis yang belum merata dirasakan manfaatnya. Tapi justru karena semua itu, kita membutuhkan optimisme yang besar, yang disertai pikiran jernih dan kritis. Kita tidak boleh menjadi bangsa yang pesimis, hanya bisa meratap dan menghujat. Harus diingat, kritik yang cerdas akan mendorong perubahan. Di sisi lain, kebencian dan nyinyiran hanya akan memancing konflik dan memecah belah.
Sejauh ini, banyak orang berteriak bahwa Indonesia akan menjadi negara gagal. Tapi sampai hari ini, Indonesia masih eksis. Banyak orang mengatakan Indonesia ini gelap dan akan gelap, tapi sampai hari ini, Indonesia masih terang. Kita pernah melewati masa-masa tersulit ketika menghadapi pandemi Covid-19. Indonesia tidak jatuh sedalam negara-negara lain. Pada tahun 2020, saat banyak negara G20 mengalami kontraksi ekonomi yang menyakitkan, Indonesia hanya berkontraksi sebesar -2,07 persen year on year (yoy). Itu menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kontraksi terendah ke-4 di antara anggota G20. Stabilitas itu dapat tercapai berkat upaya dan kerja keras pengendalian yang relatif baik.
Saya bertemu dan mengobrol dengan beberapa sopir ojek daring. Mereka optimistis, ordernya mulai kembali stabil sejak 2024. Di beberapa pasar, termasuk di daerah Maguwoharjo tempat saya tinggal, para pedagang mengatakan bahwa jualan mereka lancar. Ini menandakan bahwa ekonomi rakyat terus bergeliat. Negara ini akan terus berkembang dengan semangat kolektif-kolegial, kerja keras, dan sikap kegotongroyongan.
Tantangan ke Depan
Tantangan ke depan tetap saja tidak ringan. Bonus demografi adalah tantangan sekaligus peluang bagi pembangunan nasional. Bonus demografi akan menjadi kekuatan manakala diimbangi dengan tersedianya lapangan kerja produktif dan akses terhadap pendidikan yang merata. Bersamaan dengan itu, tantangan perubahan iklim akan menguji ketahanan kita sebagai bangsa, termasuk ketahanan pangan dan energi. Tetapi saya yakin, bangsa kita telah melewati berbagai tantangan dan akan mampu menghadapi banyak tantangan di masa yang akan datang.
Sekali lagi, Indonesia tidak sedang gelap. Kita akan terus berkembang, meskipun jalannya tidak mulus. Jalan Indonesia sebagai bangsa besar memang panjang dan berliku. Tapi selama ada harapan dan ruang untuk bekerja sama, Indonesia akan terus menyala. Jayalah Indonesiaku.