kicknews.today- Meski dikecam aktivis anak, even pacuan kuda menyambut MXGP Samota, Sumbawa tetap menggunakan joki cilik. Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) selaku penyelenggara mengaku, joki cilik tetap mengutamakan aspek keselamatan.
“Aspek keselamatan joki ini, tidak diabaikan, tetap menjadi perhatian utama,” jelas Ketua BPPD NTB, Ari Garmono, Selasa (14/6).

Main Jaran atau pacuan kuda adalah tradisi di Pulau Sumbawa yang telah lama mengakar budaya. Sejak dahulu tradisi ini turun-temurun dilaksanakan dan menjadi bagian dari hiburan masyarakat setempat.
Begitupun dengan anak-anak sumbawa yang sangat dekat dengan kuda. Sehingga tak heran banyak dari mereka yang telah mahir menunggang kuda sejak usia dini.
“Jadi tidak tepat, menuduh adanya joki cilik sebagai bagian dari eksploitasi anak,” katanya.
Lebih jauh jelas Ari, tradisi pacuan kuda itu merupakan nilai-nilai kelokalan yang ada bukan hanya di Sumbawa, di Gayo juga ada. Jika itu melekat pada masyarakat sekitar, itu merupakan kearifan lokal. Lain halnya jika itu diadakan di daerah lain yang tidak memiliki tradisi itu.
Setiap daerah memiliki tradisi masing-masing, termasuk di Sumbawa. Pacuan kuda tradisional yang juga dimiliki daerah lain di Indonesia, menjadi olahraga yang sangat diminati sejak dulu.
Jadi tidak heran, memelihara kuda dan bermain kuda memiliki keunikan tersendiri bagi masyarakat Sumbawa. Ada keakraban secara turun temurun dan rasa persaudaraan yang tinggi secara turun temurun dari pemilik kuda ini.
“Tentu hal ini harus dihargai dan dihormati, sebagai sebuah tradisi yang masih ada ditengah kehidupan masyarakat,” tambahnya.
Ari juga menilai tudingan yang beredar di media elektronik beberapa waktu yang lalu, seharusnya tidak mengaca pada momentum pacuan kuda dan penunggang kuda dalam iklan MXGP of Indonesia Samota Sumbawa 2022 itu saja.
Penunggang kuda atau joki dalam iklan tersebut, menggambarkan tradisi masyarakat setempat. Itu nilai kultur yang harus dihormati bersama.
“Inilah nilai-nilai kultur yang menjadi kekayaan daerah,” pungkas Ari.
Sebelumnya, Aktivis Anak, Yan Mangandar mengkritisi pemerintah daerah dalam melibatkan joki cilik dalam pacuan kuda. Menurutnya, itu sebagai bentuk eksploitasi anak. Bahkan pihaknya sudah mengirim surat pengaduan ke Kemen PPA, Komnas Ham dan KPAI.
“Sudah lama kami minta Gubernur menerbitkan aturan minimal Pergub terkait keberadaan joki anak di arena pacuan kuda, sesauai janjinya tahun 2019 lalu,” tegas Yan. (Nur)