kicknews.today – Tak pernah terfikir oleh Rifki bahwa dirinya akan kehilangan kaki kirinya. Sebelumnya, tim dokter hanya mengamputasi dua jari kaki sebelah kiri. Namun lama kelamaan, dokter memvonis kakinya infeksinya sehingga harus diamputasi sampai lutut.
“Awal saya jadi difabel tahun 2012 lalu, awalnya dua jari kaki, dokter bilang infeksi lalu diamputasi hingga lutut,” terang Rifki dirumahnya, Kamis (3/12)

Pria asal Masbagik, Lombok Timur ini bercerita, setelah diamputasi, dirinya beraktifitas menggunakan kursi roda. Namun aktifitas sangat terbatas. Hingga pada tahun 2019 adanya bantuan kaki palsu. Bantuan ini membuatnya sedikit lega dan mampu melaksanakan aktifitas aktifitasnya, meskipun masih terbatas.
“Saya baru setahun pakai kaki palsu, Alhamdulillah memudahkan dalam berkegiatan,” katanya sembari menunjuk kaki palsunya.
Meskipun kondisinya cukup memprihatinkan, Rifki tidak menginginkan empati yang berlebihan dari masyarakat. Cukup memberikan dukungan dan memberikan kesempatan yang sama untuk melakukan sesuatu. Sebab dukungan orang tua dan lingkungan sangat berpengaruh.
“Walaupun kondisi saya begini, teman-teman saya tidak menjauhi saya,” ujarnya bahagia.
Dirinya juga tidak setuju jika disebut sebagai penyandang disabilitas. Sebab ungkapan ini seolah, orang-orang yang senasib dengan dirinya tidak mampu mengerjakan sesuatu secara mandiri hanya membutuhkan bantuan orang lain.
“Kami mampu cuman dengan cara yang berbeda, berikan kami dukungan dan kesempatan,” katanya.
Rifki berpesan kepada para penyandang difabel untuk tidak mengeluh dengan keadaannya. Sebab diyakini melalui kondisi saat ini, sang Pencipta menunjukkan kuasanya.
“Tuhan tau kita mampu makanya diberikan kondisi kayak gini,” tegasnya.
Sisi lain, Rifki meminta para orangtuanya dan masyarakat untuk tidak memberikan empati secara berlebihan kepada penyandang difabel serta tidak menjuluki anak yang cacat.
“Dukungan paling utama dari orang tua, jangan anggap ini sebagai aib dan untuk masyarakat tetap memberikan dukungan,” tutupnya. (Oni)