Meserak, tradisi melayat nenek moyang yang masih terjaga di Desa Pengadangan Lombok Timur

kicknews.today – Indonesia dikenal dengan keberagaman budaya adat dan tradisi. Salah satunya Meserak, tradisi melihat mayat (Melayat) warga Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur (Lotim).

Tradisi yang sudah turun temurun ini merupakan proses pemberian barang (Adah) ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Warga melayat umumnya menyumbang uang dan beras. Sementara tradisi Meserak, yang dibawa adalah sandang pangan, sayur mayur, buah, kue, tikar, perabotan, bantal hingga pakaian.

“Kalau ada warga yang meninggal, sanak saudara dan pihak keluarganya yang lain harus menyumbang barang-barang tersebut,” ujar tokoh masyarakat Desa Pengadangan, Drs H Asipudin pada Jumat (27/1).

Dari hasil sumbang tersebut, keluarga yang berduka lalu memberikan Adah tersebut kepada tokoh agama. Jika barangnya lebih, boleh diberikan kepada tokoh-tokoh yang ada di desa tersebut, seperti kepala desa.

Tradisi yang diperkirakan mulai muncul sekitar abad ke 15 tersebut, hingga kini masih terjaga di Pengadangan. Barang pemberian tersebut dibawa menggunakan wadah. Satu wadah bisa diisi oleh beberapa kerabat sesuai kemampuan. Jika sudah terisi penuh, selanjutnya dibawa bersama-sama ke rumah duka.

“Meserak ini sudah turun temurun dari nenek moyang. Pemberian Adah tersebut, tidak dipaksakan dan tidak pula diminta. Boleh tidak dilakukan apabila tak mampu,” katanya.

Tradisi Meserak ini banyak sisi baiknya. Dalam bahasa Pengadangan, Meserak artinya serah tambah. Selain untuk silaturahmi, masyarakat juga bisa saling mengetahui garis keturunan antar keluarga.

“Karena setiap yang datang bawa barang akan ditanya silsilah keturunannya,” kata Asip.

Budaya ini hampir sama dengan tradisi melayat masyarakat pada umumnya, seperti memberi sumbangan serta tahlilan yang diisi dengan bacaan Al-Qur’an dan doa bersama. Hanya yang membedakan, barang yang dibawa dan proses ritualnya. Tradisi Meserak, sumbangan dikhususkan bagi anggota keluarga yang berduka. Kemudian barang tersebut diserahkan ke rumah tokoh agama setelah acara selesai.

“Prosesnya sakral, karena ada istilah ‘Pedak Dupa’, pertanda acara ‘ritual namatang’ yang dilakukan setelah pemberian barang. Kemudian diakhiri dengan acara salam-salaman bagi seluruh keluarga yang hadir,” pungkasnya. (cit)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI