kicknews.today – Selain keindahan alamnya yang menjadi daya tarik wisatawan, Lombok juga dikenal dengan wisata budaya dan sejarahnya. Salah satu wisata sejarah yang masuk dalam daftar tempat menarik dikunjungi adalah makam PPH van Ham, seorang Mayor Jenderal Belanda yang meninggal di Lombok. Saat ini kuburannya berada di pemakaman Hindu, Karang Jangkong, Kota Mataram.
Jejak Belanda di Mataram
Sejak zaman kolonial, Lombok menjadi tempat strategis bagi misi perdagangan Belanda. Menurut sejarah, Inggris telah lebih dulu berada di Pelabuhan Ampenan yang saat itu memiliki hubungan perdagangan langsung antara Lombok dan Singapura. Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh raja A.A.Ngurah Gde Karangasem menjalin hubungan perdagangan yang cukup baik dengan Inggris. Belanda tidak ingin hal tersebut merugikan pihaknya yang akhirnya mengutus Huskus Koopman untuk membuat perjanjian dengan raja-raja Bali dan Lombok pada 1841, namun mengalami kegagalan.
Hingga 7 Juni 1843, Belanda berhasil membuat perjanjian yang menyatakan bahwa kerajaan Mataram mengakui kedaulatan Belanda atas Wilayah Selaparang dan akan melindungi kepentingan perniagaan Belanda. Sejak saat itu belanda mulai ikut campur urusan dalam negeri kerajaan Mataram.
Dari pengalaman Belanda saat berperang untuk menguasai Jawa yang saat itu mendapat perlawan dari rakyat, Belanda melihat bahwa Kerajaan Mataram sebenarnya tidak berakar pada sebagian besar masyarakat lombok. Penduduk asli Lombok yaitu rakyat Sasak sebagian besar muslim, akan sulit dijajah dan dikuasai. Belanda melihat ada pertentangan antara rakyat Sasak dengan kerajaan Mataram, Belanda segera ikut campur sehingga menjadi awal mula peperangan.
Mayor Jendral van Ham terbunuh
Belanda mengirimkan pasukan besar ke lombok dengan dalih ingin menyelesaikan perselisihan antara Mataram dan Sasak. Pasukan dipimpin oleh Mayor Jenderal Vetter dan wakilnya Mayor jenderal P.P.H.van Ham pada 3 Juli 1894. Belanda menganggap bahwa peperangan itu dapat mengnggangu kepentingan dagangannya di daerah itu. Akhirnya Belanda mengeluarkan ultimatum kepada Kerajaan Mataram yang isinya memaksa Raja Mataram menghentikan peperangan dengan rakyat Sasak. Karena tidak mendapatkan persetujuan, Belanda mulai mendaratkan pasukannya di Lombok. Karena Kerajaan mulai terdesak, Raja Mataram bersedia menerima persyaratan yang tercantum dalam ultimatum tersebut.
Menurut beberapa sumber, Mayor Jenderal Vetter mengadakan serangkaian perundingan untuk menghentikan peperangan antara suku Sasak dan Raja Mataram. Namun pasukan Mataram tiba-tiba menggempur kedudukan pasukan Belanda. Mayor Jenderal Vetter selamat dan berhasil mencapai induk pasukannya yang bermarkas di Ampenan. Akan tetapi wakilnya, Mayor Jenderal Van Ham, tertembak oleh pasukan Mataram. Akhirnya, van Ham meninggal di Puri Jangkong pada tanggal 26 Agustus 1894.
Mayor Jenderal Vetter segera melapor kepada Gubernur Jenderal di Batavia. Bala bantuan dari Batavia datang di Lombok dipimpin oleh M. Segov dan Kolonel J.J.K de Moulin yang akhirnya berhasil mengepung Mataram, termasuk pusat pertahanan di Pagesangan dan Pagutan. Mayor Jendral Vetter mengerahkan pasukan untuk menyerbu kota Mataram dari segala penjuru. Pasukan Mataram yang dipimpin oleh putra Mahkota mencoba bertahan di dalam puri raja, namun kota Mataram jatuh ke tangan Belanda dengan jumlah pasukan dan persenjataan yang banyak.
Kini, ada banyak peninggalan Kolonial Belanda di Kota Mataram, seperti makam, bangunan, jalan, kota tua Ampenan, dan tentu saja makam Jendral Van Ham menjadi salah satu daftar wisata yang harus dikunjungi untuk menambah pengetahuan sejarah. Dalam informasi Kemendikbud, makam ini telah diinventarisasi oleh tim BPCB Bali (Balai Pelestarian Cagar Budaya) pada tahun 2013, sebagai situs sejarah budaya yang harus dilindungi. (red)