kicknews.today – Koalisi untuk Kampus Demokratis menggelar dialog publik bertajuk “Meninjau ulang persyaratan calon rektor: Refleksi atas pola rekrutmen dan transpormasi pendidikan tinggi” Jumat sore (25/04/2025) di Bhumi Resto, Jempong, Kota Mataram. Acara ini menjadi ruang diskusi terbuka yang membahas isu strategis seputar batas usia calon rektor serta dinamika demokrasi kampus.
Hadir sebagai pemateri, praktisi hukum sekaligus alumni Universitas Mataram (Unram), Zaki Akbar, David Putra Al-Fatih, serta sejumlah pemateri lainnya. Dalam diskusi, Zaki menyoroti pentingnya transparansi dan kejelasan dalam interpretasi aturan, khususnya terkait batas usia maksimal calon rektor.

“Kenapa kita angkat tema ini? Karena syarat usia calon rektor bukan hanya isu administratif. Ini menyangkut kredibilitas, kejelasan hukum, dan keadilan dalam proses seleksi pemimpin kampus. Kalau peraturannya menyebut batas usia 60 tahun, maka kita harus pahami apakah itu 60 tahun tepat atau masih bisa ditoleransi sampai 61,” ujar Zaki.
Ia juga merujuk pada surat resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tertanggal 16 April 2025, yang menegaskan bahwa usia maksimal 60 tahun 0 bulan bagi calon rektor berlaku secara umum di seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
“Surat itu berlaku general bagi semua universitas, Ini soal penegakan hukum administratif, sehingga semua Senat harus patuh terhadap penafsiran Kemendikbudristek, tidak boleh menafsirkan sepihak,” tegasnya.
Zaki menambahkan bahwa jika ada perbedaan penafsiran terhadap regulasi yang berlaku, maka ruang penyelesaiannya adalah melalui jalur hukum. “Kalau ada tafsir berbeda atau aturan batas usia calon rektor tersebut melanggar peraturan perundang-undangan diatasnya bisa diuji melalui mekanisme judicial review di MA dengan catatan permohonan penundaan pelaksanaan, karena ada judicial review,” tambahnya.
Dialog publik ini juga menghadirkan aktivis demokrasi dan alumni Unram, David Putra Al-Fatih, yang mengajak civitas akademika untuk menjaga integritas ruang kampus sebagai pusat pendidikan, bukan arena politik praktis.
“Ruang kampus harus aman dan nyaman, bukan alat untuk ambisi pribadi, atau sarana politik. Kalau ada calon yang memaksakan diri padahal melanggar batas usia, itu sudah tidak sesuai dengan semangat reformasi kampus,” ujar David.
Ia menegaskan pentingnya menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Peraturan Menteri yang telah ditetapkan. “Kalau ada yang berusia lebih dari 60 dan tetap memaksakan maju, itu jelas melanggar. Koalisi akan tempuh semua jalur yang sah untuk menjaga marwah kampus,” pungkasnya.
Dialog ini juga menjadi ajang refleksi atas dinamika internal kampus dan langkah-langkah strategis alumni untuk mendorong tata kelola perguruan tinggi yang lebih demokratis dan akuntabel. (bii)