kicknews.today – Rumah Sakit Mata Provinsi Nusa Tenggara Barat (RS Mata NTB) terus memperkuat peran strategisnya dalam meningkatkan layanan kesehatan mata di wilayah Indonesia Timur. Di bawah kepemimpinan dr. Cahya Dessy Rahmawati, Sp.M, rumah sakit ini berkomitmen meningkatkan mutu layanan, kapasitas sumber daya manusia, serta memperluas jangkauan pelayanan kepada masyarakat.
Langkah ini tak lepas dari tingginya angka kebutaan di NTB. Berdasarkan data Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) tahun 2014, prevalensi kebutaan di NTB tercatat sebesar 4%, menempatkan provinsi ini pada posisi kedua tertinggi nasional setelah Jawa Timur (4,4%). Sebanyak 78,1% penyebab kebutaan di NTB adalah katarak, kondisi yang sebenarnya bisa dicegah dan diobati.

Direktur RS Mata NTB, dr. Cahya, menyatakan bahwa rumah sakitnya terus melakukan evaluasi menyeluruh untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan layanan yang cepat, tepat, dan terjangkau.
”Kami terus berfokus pada peningkatan mutu layanan, baik dari sisi SDM, fasilitas, maupun sistem informasi. Pelayanan yang optimal adalah bentuk komitmen kami kepada masyarakat NTB,” ujarnya, Jumat (27/6) di Mataram.
Data menunjukkan, jumlah penderita kebutaan total di NTB diperkirakan mencapai 37.533 orang, di antaranya 29.314 kasus disebabkan oleh katarak. Di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sendiri, angka kebutaan total mencapai 926 kasus, dan 723 kasus di antaranya akibat katarak.
Selain itu, masalah kelainan refraksi pada anak juga menjadi perhatian. Pada tahun 2020, tercatat 814.975 kasus kelainan refraksi di NTB (15,9%), dengan 24.237 kasus di antaranya berada di KSB. Jika tidak ditangani secara dini, kelainan refraksi ini juga berisiko menyebabkan kebutaan.
Merespons persoalan tersebut, RS Mata NTB telah menghadirkan layanan vitreoretina yang menjadi satu-satunya di provinsi ini, guna menangani penyakit retina secara menyeluruh. Rumah sakit juga tengah menyiapkan pengembangan layanan subspesialis glaukoma, yang akan diluncurkan tahun depan setelah salah satu dokter menyelesaikan pendidikan fellowship-nya.
Prestasi lainnya, RS Mata NTB telah meraih akreditasi paripurna, yang menjadi indikator pemenuhan standar mutu pelayanan dan keselamatan pasien secara nasional. Pencapaian ini didukung pelatihan berkala bagi tenaga medis, sistem informasi layanan terpadu, dan penguatan koordinasi antar-unit pelayanan.
Selain layanan medis, RS Mata NTB juga aktif menjalankan program sosial seperti operasi katarak gratis, pemeriksaan mata massal, serta memaksimalkan skema layanan BPJS agar masyarakat, khususnya dari kalangan kurang mampu, tetap mendapat akses pelayanan kesehatan mata yang layak.
“Kami ingin memastikan bahwa masyarakat NTB tidak hanya mendapat layanan yang baik, tapi juga merasakannya dengan cara yang cepat, humanis, dan bersahabat,” kata dr. Cahya.
Demi memperkuat kualitas SDM, RS Mata juga menjalin kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan kesehatan untuk mendukung peningkatan jumlah dan kapasitas tenaga spesialis mata.
Manajemen RS Mata NTB berharap seluruh elemen masyarakat ikut mendukung transformasi layanan kesehatan mata yang sedang dijalankan. Dengan kolaborasi yang kuat, RS Mata NTB menargetkan diri menjadi rumah sakit rujukan regional di bidang oftalmologi.
”Kami bekerja seperti biasa. Dengan ketenangan dan ketekunan, RS Mata NTB akan terus hadir sebagai tempat pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat,” tutup dr. Cahya. (wii)