kicknews.today – Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dalam upaya mengurangi risiko bencana di Kabupaten Lombok Utara (KLU) didukung Bupati KLU. Mengingat Lombok Utara sebagai salah satu daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang rawan bencana.
Dari 14 jenis kebencanaan, 11 diantaranya mungkin terjadi di Lombok Utara. Karena itu dengan diresmikannya kepengurusan yang baru, diharapkan mampu menekan resiko kebencanaan tersebut.
Dikatakan Bupati KLU, Djohan Sjamsu, Lembaga ini diakui penting untuk mengurangi risiko-risiko bencana yang kemungkinan terjadi.
”Meskipun tidak dapat menghindar dari bencana, tetapi setidaknya bisa meminimalisir resiko bencana,” ujar Djohan, Senin (04/11).
Itu sebabnya pemerintah daerah (Pemda) bersama masyarakat membentuk FPRB ini. Dengan terbentuknya lembaga ini bisa dilakukan kerja sama dalam rangka penanggulan pengurangan resiko bencana. Pasalnya dalam pengurangan risiko bencana tidak bisa dilakukan sepihak saja. Maka dari itu dilakukan dengan berkoordinasi yang baik bersama masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya yang ada di Lombok Utara.
”Mudah-mudahan tidak terjadi lagi bencana yang terlalu besar di daerah kita ini, karena kemarin (2018, Red) bencana yang terparah itu Lombok Utara,” terangnya.
Sementara, Ketua FPRB KLU, Budiawan mengatakan forum ini sudah lama terbentuk. Dimana sekarang ini merupakan pengurusan baru yang tentunya menjalankan program-program yang fokus dalam pengurangan risiko bencana di Lombok Utara.
Dimana FPRB yang ada di masing-masing desa mempunyai tugas agar bagaimana mindset pengelolaan resiko bencana pengurangan mitigasi, koordinasi dengan stakeholder bisa berjalan dengan ditengah-tengah masyarakat.
”Ini menjadi tujuan utama FPRB. Yakni advokasi, mitigasi, pengelolaan terhadap kebencanaan. FPRB ini tidak bisa berdiri sendiri maka butuh kerjasama dengan lintas sektoral lain. Seperti siap siaga, stakeholder lainnnya termasuk pemda,” ujarnya.
Lebih lanjut, Lombok Utara disebutnya sudah menjadi daerah rawan bencana pasca gempa 2018.
”Maka dari itu kita sama-sama harus merubah pola pikir, terutama dari masyarakat desa yang paling terdepan. Supaya mengetahui tentang pengelolaan bencana seperti apa, pengurangannya seperti apa, dan mitigasinya seperti apa,” jelasnya.
Dijelaskan Budi, langkah-langkah dan program kedepan akan disinergikan dengan masing-masing Desa dengan Anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di 5 bidang yang tertuang.
”Hal tersebut wajib dianggarkan terkait dengan keadaan mendesak dan penanggulangan bencana,” terangnya.
Untuk mensukseskan hal tersebut, memang harus bekerjasama dengan lintas sektoral, termasuk peran pemda agar menopang kegiatan tersebut untuk memberikan sosialisasi penyuluhan dan mengatur mindset masyarakat di wilayah rawan bencana.
”Hal inilah yang menjadi konsen semua anggota supaya masyarakat betul betul mengetahui tentang pengurangan resiko bencana, agar tidak terjadi korban,” katanya.
”Apalagi dengan situasi kekeringan saat ini. Inilah langkah-langkah pembinaan yang dilakukan FPRB dengan sinergi bersama Pemda Desa dan Kabupaten, agar program itu terlaksana,” tutupnya. (gii)