L-KPK NTB: Ada indikasi pelanggaran hukum lingkungan dalam proyek revetment Gili Meno

Proyek di Gili Meno. Foto ist/kicknews.today

kicknews.today — Gili Meno, destinasi wisata bahari yang selama ini dikenal sebagai surga snorkeling, kini menghadapi luka ekologis serius. Lembaga Komunikasi Pengawas Korupsi (L-KPK) NTB mengumumkan temuan resmi terkait pelaksanaan proyek revetment di kawasan tersebut, dan menilai adanya indikasi kerusakan lingkungan serta kelemahan tata kelola proyek.

 

Dalam investigasi lapangan, alat berat ditemukan bekerja di perairan dangkal tempat karang hidup tumbuh, sedimen menutupi permukaan karang, air laut tampak keruh, dan struktur beton mencuat jelas dari permukaan gelombang bertolak belakang dengan konsep teknis yang semula diklaim “tidak terlihat”.

Lombok Immersive Edupark

 

“Ini bukan sekadar persoalan estetika, tetapi potensi kerusakan ekologis permanen yang bertentangan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup,” tegas Sahril, S.H., Wadirwaster L-KPK NTB, dalam pernyataan resminya, Kamis (11/12/2025).

 

Menurut lembaga pengawas tersebut, temuan lapangan menunjukkan minimnya mitigasi lingkungan, lemahnya standar pelaksanaan, serta tidak tampaknya zona penyangga karang atau pengamanan habitat laut, padahal kewajiban tersebut menjadi bagian dari Pasal 67 dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

 

 

L-KL-KPK Minta Penegak Hukum Bertindak Cepat

 

L-KPK NTB juga menilai bahwa kondisi proyek berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang perusakan ekosistem pesisir dan pemanfaatan ruang tanpa perlindungan lingkungan.

 

Selain itu, minimnya sosialisasi dan keterbukaan informasi publik dinilai bertentangan dengan asas transparansi dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan hak masyarakat atas informasi lingkungan sebagaimana dimuat dalam Pasal 65 UU Lingkungan Hidup.

 

Karena itu, L-KPK NTB meminta aparat penegak hukum segera bertindak. Permintaan tersebut ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri proses kontraktual dan penggunaan anggaran proyek, Kejaksaan Tinggi NTB untuk memeriksa dugaan kelalaian jabatan dan potensi kerugian negara, Polri melalui Ditreskrimsus untuk mengusut dugaan tindak pidana lingkungan sesuai Pasal 98–103 UU Lingkungan Hidup, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Gakkum Lingkungan untuk melakukan audit ekologis dan penegakan administratif sesuai kewenangan peraturan perundangan.

 

“Kerusakan ekosistem karang membutuhkan puluhan tahun untuk pulih, maka proses hukum harus bergerak sama cepatnya dengan kerusakan yang terjadi,” tegas Sahril.

 

Rekomendasi L-KPK Audit, Hentikan, dan Pulihkan

 

Dalam rekomendasinya, L-KPK NTB menekankan perlunya penghentian sementara proyek, audit izin lingkungan dan dokumen AMDAL, transparansi data kepada publik, serta pemulihan habitat laut melalui rehabilitasi karang dan pengawasan ilmiah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 53 dan 54 UU Lingkungan Hidup mengenai kewajiban pemulihan kerusakan lingkungan oleh pihak yang menyebabkan dampak.

 

Sorotan terhadap persoalan ini semakin kuat karena menyangkut masa depan pariwisata NTB. Kerusakan ekosistem laut tidak hanya berarti hilangnya panorama, tetapi juga kerugian ekonomi, sosial, dan hilangnya identitas kawasan, yang bertentangan dengan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dijamin Pasal 28H UUD 1945.

 

 

 

L-KPK NTB memastikan akan mengawal persoalan ini hingga ranah penegakan hukum dan pemulihan ekologi, menilai bahwa kerusakan lingkungan tidak boleh dilegalkan sebagai konsekuensi pembangunan, melainkan harus direspons dengan pertanggungjawaban hukum dan tindakan pemulihan nyata.

 

“Ini saatnya aparat hukum hadir. Jika benar ada pelanggaran, ada konsekuensi hukum dan ada kewajiban pemulihan,” tutup Sahril. (*)<!–/data/user/0/com.samsung.android.app.notes/files/clipdata/clipdata_bodytext_251212_113647_377.sdocx–>

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI