kicknews.today – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan aset di kawasan Gili Tramena (Trawangan, Meno, Air) di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Kejanggalan yang dimaksud berupa pendapatan daerah yang tidak maksimal dan adanya perjanjian kerjasama yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Ketua Satuan Tugas Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria mengungkapkan bahwa setiap tahunnya sekitar 700 ribu wisatawan baik mancanegara maupun domestik yang datang mengunjungi Gili Tramena. Namun pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah (Pemda) dari pengelolaan kawasan tersebut, masih sangat kecil dan jauh dari target yang diharapkan.

“Dalam setahun ada sekitar 700 ribu pengunjung yang datang, namun Pemda cuma dapat Rp 5 miliar. Nilai yang kecil,” kata Dian Patria, Senin (19/08/2024).
Kejanggalan lainnya yang ditemukan KPK, adalah perjanjian kerjasama antara Dinas Perhubungan (Dishub) Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan Koperasi Karya Bahari, terkait penarikan retribusi. Dimana perjanjian ini tidak memiliki payung hukum yang jelas.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya pendapatan yang tidak disetorkan ke daerah, dan saat ini sedang diaudit dan menunggu hasil.
“Kami minta Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB mampu mengupas satu persatu kasus yang ada di Gili Tramena. Banyak sekali aset Pemda yang saat ini dikuasai masyarakat setempat,” tekan Dian.
“Aset-aset di Gili Tramena ini harus dikelola oleh pemerintah daerah. Karena kawasan ini merupakan aset negara yang seharusnya menjadi salah satu sumber pendapatan daerah,” lanjutnya.
Dikatakan Dian, fakta dilapangan mengungkapkan selama bertahun-tahun aset di Gili Tramena belum bisa dilihat secara case by case.
“Mana aset yang bisa dikuasai Pemda, mana yang mungkin nantinya ada langkah berikutnya dan lain sebagainya. Itu tidak diputuskan oleh pengadilan. Karena itu milik negara,” jelasnya.
Pihaknya juga menyoroti adanya dugaan oknum masyarakat yang menyewakan lahan milik negara secara ilegal kepada investor asing.
“Karena milik negara, aset di Gili Tramena itu tidak dapat dialihkan kepada pengusaha atau masyarakat setempat. Ini saya rasa keberlanjutan yang terlalu banyak. Akan kami lihat satu-persatu ,” katanya.
“Kami juga mengingatkan kepada pemerintah agar tidak memberikan janji apapun terkait kepemilikan aset di Gili Tramena,” tegasnya.
Diterangkan Dian, saat ini dari 1.000 objek yanga ada di Gili Tramena, hanya 100 objek yang sudah memiliki kontrak resmi dengan pemerintah.
“Artinya, sekitar 900 objek lain yang masih dikuasai oleh masyarakat dan pengusaha lokal tanpa adanya dasar hukum yang jelas,” jelasnya.
Untuk memastikan tidak ada kebijakan-kebijakan yang ada niat jahatnya di kawasan destinasi wisata Tiga Gili, Dian Patria mengaku telah berkoordinasi dengan lintas kementerian, mulai dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, tak terkecuali Pemerintah Daerah dan BPN Provinsi NTB.
“Jangan sampai kementrian atau siapapun yang memiliki kewenangan melanggar hukum. Jika ada pelanggaran, aturan dan hukum harus ditegakkan. Jangan sampai ada pembiaran,” tutupnya. (gii)