kicknews.today – Selain menertibkan galian C ilegal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga turut membantu Pemda Lombok Timur (Lotim) menyelesaikan sengketa Mata Air Ambung di Desa Rempung, Kecamatan Pringgasela, sebagai penyelamatan aset daerah. Selain itu, KPK juga turut serta penertiban pajak restoran dan hotel di Lombok Timur yang masih belum menerapkan pajak 10%.
Terkait sengketa mata air yang melibatkan Pemda dan Aswadi, pihak ketiga yang mengklaim kepemilikan mata air tersebut, Bupati Lotim, H.M Juaini Taofik, meminta KPK menjadi mediator setelah 6 tahun Pemda dan Aswadi saling menggugat terkait kepemilikan mata air dan meninjaunya, Kamis (13/6/2024).

Sengketa ini mengakibatkan penutupan Mata Air Ambung oleh Aswadi sejak 2022. Karena tuntutan ganti ruginya yang diklaim telah disepakati kedua belah pihak sejak 2019 tidak juga dibayarkan. Penutupan itu pun berdampak pada 800 Kepala Keluarga (KK) yang mengalami kekeringan.
Untuk memenuhi kebutuhan air tawar bersih, Pemda membuat sumur bor dengan biaya operasional Rp120 juta dan biaya listrik bulanan mencapai Rp30 juta per bulan, sejak penutupan.
“Mata Air Ambung kan gravitasi tanpa biaya, hasil bumi, jadi bisa menghemat biaya listrik. Apalagi saat ini juga kita sudah kekurangan air mineral. Kalau saya pilihannya mengambil kembali aset daerah ini. Makanya kami meminta bantuan KPK dalam hal penyelesaiannya,” kata H.M Juaini pada Minggu (16/6/2024).
Sementara itu, Kepala Satgas Korsup Wilayah V, Dian Patria, menyambut baik permintaan Pj Bupati Lombok Timur. Menurutnya, sesuai pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Air tertulis bahwa Sumber Daya Air tidak dapat dimiliki oleh perorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha. Sehingga Mata Air Ambung seharusnya dikelola Pemda untuk menjamin hak masyarakat akan kebutuhan air bersih.
“Kita langsung melakukan peninjauan ke lokasi sambil memfasilitasi mediasi antar Pemda dan Pak Aswadi. Sudah ada titik tengah, namun saya katakan, jika Pemda membayar tuntutan Pak Aswadi terkait kompensasi air yang keluar dari Mata Air Ambung meskipun satu rupiah, akan saya penjarakan Pak Bupati sekarang juga. Artinya memang air itu dari awal milik negara dan harus kembali pada negara untuk masyarakat. Berbeda halnya dengan tanah, yang memang bisa diperjualbelikan,” jelas Dian.
Pihaknya menegaskan akan terus melakukan pendampingan pada proses penyelamatan aset daerah Lotim agar masyarakat bisa merasakan kebermanfaatannya dan jauh dari kekeringan. (cit)