kicknews.today – Belakangan ini ramai pemberitaan terkait air bersih yang tak mengalir ke Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara (KLU). Begitu juga dengan Gili Trawangan yang terancam akan diberhentikannya aliran air bersih oleh PT TCN (Tiara Citra Nirwana) usai dilakukan penyegelan.
Kondisi tersebut dipertanyakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) terhadap peran Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Utara.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Koordinator Supervisi (Korsup) wilayah V KPK, Dian Patria dalam koordinasi pencegahan tindak pidana korupsi yang digelar di Aula Kantor Bupati Lombok Utara menyoroti potensi adanya tindak pidana korupsi pada pengolahan air di Gili Trawangan. Bahkan dirinya juga mempertanyakan bagaimana pengolahan air yang ada di wilayah KLU, termasuk di Gili Indah.
“Tadi ada beberapa kejanggalan dalam teknis saya. Provinsi bilang izin lingkungan diberikan kepada PT BAL (Berkat Air Laut) tapi IPAL (Izin Pengolahan Air Limbah), SIPAL-nya kok ke PT GNE (Gerbang NTB Emas),” ujar Dian Patria, Senin (10/6/2024).
Dian Patria juga mempertanyakan terkait dasar dicabutnya izin PT BAL maupun PT GNE yang belum clear penjelasannya. Kemudian soal Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang sudah mau membangun pipa sampai Trawangan dan Meno agar masyarakat mendapatkan air bersih. Namun, Pemda Lombok Utara hanya meminta sampai Gili Air.
“2020 tidak tau siapa Bupatinya yang bikin surat menolak PU membangun pipa sampai Trawangan dan cuma sampai Gili Air. Sisanya mereka (Pemda) mau SWRO (Sea Water Reverse Osmosis) KPBU (Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha) dengan swasta. Ini kan aneh, ada apa ini semua,” katanya.
Dikatakan Dian Patria, pengolahan air untuk dua Gili lainnya di dikerahkan ke pihak swasta yang harganya lebih tinggi dibandingkan dengan air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum).
Sehingga, jelasnya, kondisinya sekarang, ketika ada persoalan air yang mengalir ke dua Gili justru diputuskan. Padahal, air menjadi kebutuhan dan banyak manfaatnya bagi masyarakat.
“Kenapa nggak di dorong terus pipa itu. Kenapa harus perusahaan yang jadi mitra di KLU? Kok rasa-rasanya negara tidak hadir dan dia (Pemda, Red) akan berhentikan suplai air. Kalau tidak dikasih izin di lokasi yang bermasalah, dipaksa untuk memutihkan izin. Ini aneh, ada apa di balik ini semua ini,” ujarnya.
“Bisa jadi, yang kita omongkan ini semua non teknis. Ada backing-backing serta oknum-oknum yang bermain, ada macam-macam disini, jangan sampai kena daluwarsa perkara (pidana) 18 tahun,” lanjutnya.
Lebih lanjut, bukan tidak menutup kemungkinan siapapun yang mengambil keputusan bisa terlibat korupsi. Artinya suatu waktu, 5 atau 10 tahun ke depan bisa terkuak siapa saja yang terlibat. Bahkan tidak dipungkiri adanya dugaan tindak pidana korupsi.
“Kalau sampai KLU bilang siap, mereka mau bikin balik lagi. Kita bantu bicara sama kementrian PU. Tadi disampaikan maksimum 8 bulan pipa penyaluran air ke Meno dan Trawangan selesai. Lingkungan tidak rusak, tidak ada limbah, lautnya tidak hancur. Airnya diambil dari pegunungan,” terangnya. “Bahkan KLU sudah pernah mengajukan izin KPDL (Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan) untuk pipa sampai Gili Meno. Dan itu sudah keluar (izinnya), tapi tidak pernah dieksekusi, jadi apa ini masalahnya? Kalau disini tidak bersikap, nggak ada orang yang bisa bantu KLU,” tutup Dian Patria. (gii)