Korban Tindak Pidana Penganiayaan Tidak Tertanggung BPJS, Adilkah?

Oleh: dr. Fitra Hardian P, Sp.U

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan salah satu program pemerintah yang bertugas memberikan jaminan sosial dan ketenagakerjaan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai aturan, BPJS Kesehatan tidak dapat menanggung biaya bagi korban yang mengalami tindak pidana penganiayaan dan kekerasan seksual. Hal ini menjadi tanggung jawab Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun, apabila korban tidak melapor kepada LPSK, maka beban biaya akan menjadi tanggung jawab rumah sakit atau pasien yang menjadi korban tindak pidana penganiayaan.

Dibentuknya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Perpres Jaminan Kesehatan) diharapkan dapat mengatasi masalah yang terjadi pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), termasuk potensi defisit BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, BPJS Kesehatan memiliki ketentuan mengenai pelayanan yang dapat ditanggung dan tidak dapat ditanggung. Salah satu pelayanan yang tidak dapat ditanggung oleh BPJS adalah pelayanan kesehatan kepada korban tindak pidana, dalam hal ini korban penganiayaan.

Korban tindak pidana tidak menginginkan dirinya menjadi korban. Posisi korban sudah membayar iuran BPJS setiap bulannya. Namun, ketika seseorang menjadi korban tindak pidana, uang hasil iuran yang mereka keluarkan tidak dapat menanggung jaminan kesehatannya. Maka Perpres tersebut menimbulkan kerugian bagi peserta program jaminan sosial yang menjadi korban tindak pidana.

Pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, telah diwajibkan bagi seluruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia untuk menjadi peserta program BPJS. Namun, adanya Peraturan Presiden Pasal 52 ayat (1) huruf (r) telah membatasi berlakunya Pasal 14 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, sehingga menimbulkan kerugian bagi peserta program jaminan sosial yang menjadi korban tindak pidana.

Perlindungan terhadap korban tindak pidana merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi setiap manusia. Hak untuk memperoleh keadilan bagi korban tindak pidana merupakan hak asasi manusia yang sangat mendasar, di mana setiap orang mempunyai hak untuk pengakuan, jaminan perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapatkan kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang diakui sebagai manusia yang mempunyai hak untuk menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.

Oleh karena itu, kita mengharapkan pemerintah sebagai regulator BPJS bisa berpihak kepada korban tindak pidana. Perawatan korban tindak pidana yang menjadi peserta BPJS hendaknya bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

dr. Fitra Hardian P, Sp.U

Mahasiswa Magister Hukum Kosentrasi Hukum Kesehatan Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah dan Bekerja di RS Aisyiyah Bojonegoro

Artikel Terkait

OPINI