in

Peran strategis Mahasiswa mewujudkan ‘acces to justice’ bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan di tanah Bumi Gora

Sabtu 20/11/2021 di Kafe De Jafu wilayah Pagesangan Sekabela Mataram yang ownerya merupakan Aktifis Perempuan asal Bima BADAI NTB menjadi tempat Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) dan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) mendiskusikan terkait “Strategi Advokasi Bantuan Hukum” dan akhirnya mengerucut ke Acces To Justice (Akses terhadap Keadilan) yang merupakan Jalan Bagi Masyarakat untuk mempertahankan dan memulihkan hak serta menyelesaikan permasalahan hukum baik melalui mekanisme formal maupun informal, termasuk didalamnya kemampuan masyarakat sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia (Sumber: Indeks Akses Terhadap keadilan di Indonesia Tahun 2019 oleh IJRS, ILR & YLBHI).

Indonesia di tahun 2019 mendapatkan skor 69,6% (dari rentang 0 – 100, berada dalam katergori Cukup) untuk Indeks Akses Terhadap keadilan. Masyarakat Indonesia yang bermasalah hukum sebagian besarnya menganggap hal tersebut adalah Nasib/Takdir meski terkait dengan kriminalitas dan tidak melakukan tindakan apapun atas permasalahannya dengan alasan ditakutkan permasalahan akan menjadi semakin rumit jika menggunakan mekanisme yang ada dan sebagian besar hal tersebut dialami Perempuan. Begitu pun terkait Bantuan Hukum, ternyata lebih banyak yang tidak menggunakan layanan Bantuan Hukum di skors 64%.

Berbagai permasalahan di atas, juga terjadi di Tanah Bumi Gora di beberapa kasus Perempuan yang berhadapan dengan hukum sempat menjadi perhatian masyarakat luas (Pengacara Publik PBHM turut terlibat dalam Tim Penasehat Hukum), diantaranya: Kasus ITE yang dilecehkan Kepala Sekolahnya Ibu Baiq Nuril Maknun Staff Tata Usaha SMA (2017) diputus Bebas di Pengadilan Negeri Mataram dan Kasus Pelemparan Seng Pabrik Tembakau 4 Ibu Rumah Tangga Desa Wajageseng Lombok Tengah yang sempat ditahan Jaksa bersama anak-anaknya diputus bebas Pengadilan Negeri Praya (2021), kedua kasus tersebut di pemeriksaan ditingkat kepolisian sama-sama tidak didampingi Penasehat Hukum dan selaku masyarakat miskin tidak mengetahui dan tidak diberitahu oleh Aparat keberadaan layanan Bantuan Hukum Cuma-Cuma/gratis.

Begitupun dengan kasus lingkungan dan sumber daya alam NTB misalnya kasus ganti rugi terhadap masyarakat yang menjadi korban KEK Mandalika yang sampai hari ini belum tuntas dan adanya dugaan keterlibatan mafia tanah pada proyek pengadaan tanah untuk pembangunan konstruksi Smelter milik perusahaan tambang PT. AMNT di Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat serta kasus unfair trial dan penyiksaan oleh oknum Aparat Polres Lombok Timur.

Mahasiswa sebagai Agent of Change dan Social Control khususnya dari Fakultas Hukum melalui kelompok-kelompok organisasi seperti LKBHMI atau lainnya memiliki peranan yang sangat strategis untuk mendorong terwujudnya Acces To Justice di NTB terutama bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan seperti memperkenalkan kepada masyarakat yang berhadapan dengan hukum terkait haknya akan akses layanan bantuan hukum yang berkualitas guna mencegah terulangnya proses penegakan hukum yang tidak adil seperti 2 kasus di atas; memastikan masyarakat yang menjadi korban pembangunan mendapatkan haknya berupa ganti rugi yang layak dan adil; mempermudah masyarakat mengakses layanan pembuatan data kependudukan atau layanan lainnya dari pemerintah; mendorong kampus, pemerintah desa hingga propinsi untuk menyediakan layanan keterbukaan informasi publik yang mudah diakses; mengadvokasi anggaran desa untuk pemberdayaan perempuan dan anak; terlibat aktif dalam isu-isu anti kekerasan seksual dan perlindungan terhadap korban; membantu pemerintah mensosialisasikan secara masif pencegahan perkawinan anak dan perdagangan orang; mendorong terbentuknya Perda Bantuan Hukum; dan peningkatan sarana yang ramah dan kesetaraan bagi difabel. Selain itu, menggalakan gerakan acces to justice penting bagi Mahasiswa adalah mewujudkan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Masyarakat dan ruang belajar untuk mengenal bagaimana Hukum dalam praktek kemasyarakatan dalam bentuk klinik hukum, sosialisasi, pendampingan, bantuan hukum dan pemantauan peradilan.

Penulis ialah Pengacara Anak pada Relawan Sahabat Anak NTB (RSA) dan Pengacara Publik pada Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM)