kicknews.today – Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram mengecam keras tindak kekerasan yang dialami Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya saat melakukan peliputan.
Koalisi terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Mataram, Ikatan Jurnalis Televisi Indnesia (IJTI) NTB, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB, dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI).
Aksi yang dilakukan, Senin (5/4/) dari berbagai elemen wartawan yang tergabung dalam Kawan di depan Kantor Gubernur NTB menuntut tiga poin.
Pertama, Kawan Mataram mengutuk kekerasan yang dialami jurnalis Tempo Nurhadi. Kekerasan terhdap jurnalis yang sedang menjalankan tugas atau siapa pun tidak bisa dibenarkan.
Kedua, mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan dan ancaman pembunuhan terhadap jurnalis Tempo Nurhadi.
Poin ketiga, koalisi Kawan Mataram menuntut sikap profesionalisme kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam proses penyelidikan perkara tersebut.
Sehingga siapa pun yang terbukti bersalah baik itu oknum polisi atau oknum TNI harus diproses secara hukum sesuai ketentuan undang-undang.
“Ini bentuk kematian hati nurani pihak kepolisian. Dan menjadi catatan buruk bagi kemerdekaan pers di negara demokrasi seperti Indonesia,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Mataram, Sirtupillaili di Mataram.
Nurhadi menjadi korban kekerasan saat tengah menjalankan tugas liputan. Nurhadi mendapat perlakuan tak manusia saat meliput kasus suap pajak yang diduga melibatkan Angin Prayitno Aji, Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
Senada dengan itu, Ketua IJTI NTB, Siti Faridha Andi Patiroi mengatakan tindakan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap Jurnalis Tempo, Nurhadi membunuh kebebasan berekspresi.
Padahal kata Rida, hak kebebasan Jurnalis saat meliput berbagai kejadian dilindungi oleh konstitusi dan UU.
“Jangan sampai kasus serupa Nurhadi terjadi di NTB khususnya di Kota Mataram. Kita kecam aksi kekerasan terhadap jurnalis,” kata Rida.
Ketua PWI wilayah NTB, Nasrudin mengatakan, dalam kasus Nurhadi, aparat negara mempertontonkan gagalnya melindungi kerja-kerja jurnalis sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kekerasan yang dialami Nurhadi menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis saat melakukan peliputan. Jangan sampai wartawan di Mataram menjadi korban serupa,” tegasnya.
Padahal, Data Aliansi Jurnalis Independen Indonesia menunjukkan tahun 2020 terdapat 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Pun, pelaku paling banyak adalah polisi. Jumlah kasus ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebanyak 54 kasus.
Bentuk kekerasan di antaranya intimidasi, kekerasan fisik, perusakan alat liputan, perampasan alat kerja hasil liputan, ancaman atau teror. Situasi ini tentu tidak baik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. (vik)