kicknews.today – Mendaki gunung biasanya menjadi hobi anak muda dengan kondisi fisik yang masih lincah.
Medan yang ekstrem tentu saja membuat kegiatan mendaki gunung membutuhkan tenaga yang berlebih.
Namun bagaimana bila hobi mendaki tersebut dilakukan seorang wanita yang sudah berumur 70 tahun?
Wanita itu adalah Papuq (Nenek, sebutan Suku Sasak Lombok) Cemono, asal Kecamatan Janapria Lombok Tengah.
Kala bertemu Papuq Cemono turun dari Rinjani melalui Jalur Torean, tak ada gurat keletihan terlukis di wajahnya, meski usianya tak lagi muda. Hanya mengenakan sarung khas sasak serta jilbab besar, gayanya begitu santai.
Bahkan wanita kelahiran 1951 itu cukup mengenakan sandal sebagai alas kaki. Dengan menjunjung sebuah buntalan di kepala serta sebuah kayu di tangan kirinya dijadikan tongkat, ia melangkah penuh semangat.
Papuq Cemono bercerita bahwa hobinya mendaki Rinjani berawal saat menemani suaminya yang berprofesi sebagai porter atau jasa angkut barang di jalur pendakian.
“Kalau tidak salah sudah 15 kali. Dulu sering temani almarhum suami bawa tamunya ke sini (Gunung Rinjani, red),” kata Papuq Cemono saat beristirahat di Pemandian Air Panas di Jalur Torean Gunung Rinjani, Selasa (29/6) pekan lalu.
Papuq Cemono menyebutkan, jika dihitung, dirinya sudah mendaki sebanyak 15 kali. Di usianya yang senja, Rinjani baginya adalah tempat pengobatan untuk tubuh rentanya.
Ia merasa mendaki mampu menyehatkan secara lahir batin. Meski hanya menggunakan sandal, Papuq Cemono tidak pernah merasakan sakit pada telapak kakinya.
“Karena yang maha kuat itu adalah Allah SWT. Saya mendaki Gunung Rinjani hanya untuk beribadah dan berobat, tidak ada tujuan lain,” kata Papuk Cemono.
Selama kurun waktu 14 tahun lamanya Papuq Cemono telah menaklukkan Rinjani yang ketinggiannya 3726 MDPL tersebut, dan hampir semua jalur pendakian sudah dilalui.
Papuq Cemono mengakui tak pernah menemukan kesulitan ketika mendaki, akan tetapi ia sangat marah ketika menemui pendaki lain yang selalu meremehkan alam ciptaan Tuhan.
“Iya, kadang saya temukan pendaki tidak tau etika, seperti buang sampah dan tidak beribadah di Gunung, misalnya berucap sembarang. Itu kan tidak boleh,” ujarnya.
Lokasi paling disukainya merupakan Kaldera Gunung Rinjani, Danau Segara Anak, di sana ia sering bertafakur menyebut nama Allah dan mensyukuri keindahan Rinjani.
“Tidak ada yang tahu apa yang ada di hati dan pikiran kita. Hanya saja kalau berada di Rinjani hati dan pikiran saya itu menjadi lebih kecil karena kuasa Allah. Sengaq lek mbe-mbe taok, pasti arak Nenek Kaji no (mau di mana pun pasti tetap ada Allah),” kata Papuq Cemono.
Salah satu menantunya, Karidang (42), yang sering ikut bersama mendaki Rinjani bercerita bahwa mertuanya tersebut tidak pernah mengalami penyakit serius selama kurun waktu 5 tahun terakhir, bahkan sang menantu mengagumi sosok mertuanya, sebab di usia yang tua masih terlihat bugar.
“Memang kami diajak ke Rinjani untuk beribadah dan berobat,” kata Karidang.
Selama di jalur pendakian, kata dia, Papuk Cemono pun selalu mengingatkan kepada cucu dan anaknya untuk melakukan peristirahatan sekedar untuk salat.
“Kalau masuk waktu salat dia pasti minta berhenti untuk beribadah,” katanya.
Selama tiga hari dua malam, kata Karidang, ia bersama Papuq Cemono dan 12 anggota keluarganya mendirikan tenda terpal di pemandian Aik Kalak (air hangat), di bawah Danau Segara Anak.
Karidang berharap ibu mertuanya selalu diberikan kesehatan dan kekuatan. Ia juga menuturkan akan menjaga ibu mertuanya jika diminta kembali mendaki untuk yang ke-16 kali.
Di sisi lain, aksi Papuq Cemono yang mendaki hanya mengenakan sarung dan sandal mendapatkan sorotan dari Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Dedy Asriady, sebab tidak dilengkapi standar peralatan pendakian.
“Sebelum berangkat mendaki untuk harus menyiapkan diri, baik perlengkapan dan mental. Kami juga minta agar alat pendakian lebih standar,” kata Dedy.
Karena, kata Dedy, pekan ini kondisi alam sedang rawan di jalur pendakian, resiko tinggi terjadinya kecelakaan.
“Kami selalu minta agar semua pendaki jangan memaksakan diri. Jadilah pendaki yang cerdas dan juga harus lihat situasi di alam karena sangat beresiko terjadi kecelakaan,” tegasnya. (vik)