Di Mataram, Guru tak mau divaksin akan diberi sanksi

kicknews.today – Dinas Pendidikan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, akan memberikan sanksi terhadap guru yang tidak mau divaksin COVID-19 karena alasan pribadi.

“Guru yang tidak mau divaksin karena alasan pribadi, seperti takut, tidak berani jarum suntik, atau sengaja tidak mau, akan kami panggil dan berikan sanksi administrasi,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram H Lalu Fatwir Uzali di Mataram, Jumat (23/4).

Akan tetapi, lanjut Fatwir, apabila guru tidak mau divaksin karena alasan medis, menderita penyakit tertentu yang memang tidak membolehkan untuk divaksin COVID-19, hal itu bisa diterima.

“Itupun harus menyertakan keterangan hasil pemeriksaan dari dokter atau tim medis,” katanya.

Pernyataan itu dikemukakannya menyikapi masih rendahnya cakupan vaksinasi guru di Kota Mataram. Data Dinas Kesehatan per 19 April 2021, mencatat cakupan vaksinasi COVID-19 tahap pertama untuk guru baru mencapai 45,2 persen atau 3.814 dari target sekitar 9.000 dan 5.200 di antaranya merupakan guru TK/SD dan SMP di bawah Disdik Mataram, sisanya guru sekolah swasta dan madrasah.

Terkait dengan itu, untuk mengetahui cakupan vaksinasi COVID-19 untuk guru secara riil, disdik saat ini sedang meminta data dari masing-masing kepala sekolah, baik tingkat TK, SD dan SMP yang sudah divaksin dan yang belum divaksin, sebab ada juga guru yang ketika divaksin mendaftar atas nama masyarakat umum, tidak berstatus guru.

“Khusus untuk guru yang belum divaksin, harus disertakan alasannya agar kami bisa mengambil langkah-langah selanjutnya,” katanya.

Untuk vaksinasi COVID-19 guru, Fatwir telah mengeluarkan instruksi sejak awal April 2021, kepada semua guru dan kepala sekolah diwajibkan untuk melakukan vaksin COVID-19.

“Tujuannya, selain untuk membentuk kekebalan tubuh juga agar anak-anak dan orang tua merasa aman dan nyaman, ketika kegiatan belajar tatap muka sudah dimulai,” katanya.

Kegiatan belajar tatap muka di Kota Mataram, katanya, ditargetkan mulai setelah Idul Fitri 1442 Hijriah. Namun, itu juga tergantung dari perkembangan COVID-19.

“Jika perkembangan penyebaran COVID-19 landai, maka kita bisa melaksanakan belajar tatap muka. Begitu sebaliknya,” katanya. (ant)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI