kicknews.today – Kuasa hukum Nurul Izati, santriwati asal NTT korban dugaan penganiayaan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Aziziyah, Yan Mangandar menepis keterangan yang menyebut tidak ada kekerasan di lingkungan pondok.
Sebelumnya, kuasa hukum Ponpes Al Aziziyah, Herman Sorenggana mengatakan, tak ada penganiayaan yang dialami Nurul selama di pondok. Hal itu sesuai rekaman CCTV pada 14 Juni 2024 sore. Korban berjalan seperti biasa menenteng tas saat pihak keluarga menjemputnya di ponpes.
“Baiknya pihak pengurus Ponpes berulang kali bila perlu ratusan kali untuk menonton rekaman CCTV tersebut dan baru akan terlihat kebenarannya,” tegas Yan, Minggu (7/7/2024).
Menurutnya, ketika Nurul keluar dari lingkungan pondok kondisinya mengkhawatirkan. Hidungnya terluka dan matanya bengkak.
Saat menuju mobil, santriwati asal Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu berjalan seorang diri dengan badan membungkuk. Sambil menahan rasa sakit. “Dia menenteng tas ransel berwarna hijau dan satu tas goodie yang berisi pakaian, tanpa pendampingan pihak pondok,” kata Yan.
Kematian santriwati usia 13 tahun ini terus bergulir di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram.
Karenanya, Yan meminta pihak kepolisian membuka rekaman CCTV di lantai dasar hingga tiga asrama putri pada 12 Juni 2024. Dua hari sebelum Nurul meninggalkan pondok.
“Dalam video itu, terlihat bagaimana sibuknya teman-teman santriwati merawat korban. Mereka memberitahu mudabiroh hingga memapah Nurul menunjuk ke kamar mandi,” jelasnya.
Alasan lain mengapa Yan menepis tidak adanya penganiayaan terhadap Nurul, yakni naiknya status kasus dari penyelidikan ke penyidikan.
“Pihak Reskrim (Reserse Kriminal) Polresta Mataram telah memeriksa sejumlah pihak pondok pesantren. Di antaranya dua rekan Nurul serta wali kelas inisial F dan ustazah inisial I.
Hal itu juga, sambung Yan, didukung oleh keterangan dokter di RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur pada 26 Juni 2024 lalu. “Di mana tenaga medis menyebut adanya dugaan benturan benda tumpul di kepala bagian kiri korban,” katanya.
Inilah yang menguatkan dugaan bahwa Nurul mengalami penganiayaan di pondok hingga meninggal dunia. Bukan di luar lingkungan Ponpes Al Aziziyah. Apalagi dugaan korban menusuk jerawat menggunakan jarum.
“Sekaligus membantah keterangan awal pengurus Ponpes yang bilang adanya darah dari hidung Nurul bukan karena kekerasan, tapi karena mencongkel jerawat di hidungnya menggunakan jarum pentul,” tegas Direktur Pusat Bantuan Hukum Mangandar NTB ini.
Kuasa hukum Ponpes Al Aziziyah Herman Sorenggana sebelumnya meyakini jika kematian santriwati kelas satu MTs tersebut bukan karena kekerasan. Pasalnya, tidak ada satu orang pun yang mendengar atau bercerita bahwa terjadi penganiayaan terhadap Nurul Izati.
“Tidak ada yang melihat, kalau itu tindakan kekerasan,” kelitnya pada 4 Juli 2024 lalu.
Kalaupun ada hukuman terhadap santri atau santriwati, sambung Herman, pihak pondok tidak pernah menggunakan kekerasan. Hukuman yang mereka pakai seperti mengaji, membersihkan toitel atau halaman dan mengepel kamar.
Sebagai informasi, Nurul Izati meninggal dunia pada 29 Juni 2024 pagi di RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur. Jenazah almarhumah itu dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Mataram untuk menjalani autopsi.
Meski belum pasti penyebab kematian Nurul, namun pihak keluarga menduga kuat jika korban mengalami penganiayaan di Ponpes tempatnya menuntut ilmu. (gii)