Kasus kematian Muardin, korban kericuhan Pilkades di Bima masih misterius

Direktur LPW NTB, Taufan SH MH saat menyampaikan sambutan pada kegiatan diskusi dan refleksi penegakan hukum di NTB tahun 2023 yang digelar LPW NTB di Kafe Pedjuang Kota Mataram, Minggu lalu (31/12/2023).
Direktur LPW NTB, Taufan SH MH saat menyampaikan sambutan pada kegiatan diskusi dan refleksi penegakan hukum di NTB tahun 2023 yang digelar LPW NTB di Kafe Pedjuang Kota Mataram, Minggu lalu (31/12/2023).

kicknews.today – Kasus kematian Muardin, 51 tahun, korban meninggal akibat kericuhan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Desa Rite, Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima, NTB, masih menjadi misteri. Hingga kini, belum diketahui penyebab hingga dalang di balik kematian korban.

Pihak keluarga masih sangat berharap kepastian hukum dari kasus kematian Muardin yang ditangani Polres Bima Kota. Apalagi proses kasus tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2022 lalu.

Pihak keluarga juga menduga korban meninggal tak biasa. Mereka meyakini, korban terkena peluru gas air mata saat polisi menghalau serangan massa yang hendak merusak dan membakar kantor desa saat proses penghitungan surat suara Pilkades kala itu.

“Kami minta polisi segera mengungkap penyebab kematian ayah saya,” kata anak korban, Nanang waktu itu. 

Kasus kematian Muardin juga menjadi catatan buram hitam LPW NTB. Selaku kuasa hukum korban, LPW NTB sudah berulang kali melakukan advokasi untuk mengungkap kematian Muardin. Menurut mereka, kematian Muardin sudah jelas peristiwa pidana akibat benda tajam.

“Ironisnya, hingga kini belum diketahui dari mana asal dan siapa pemilik benda tajam itu. Ini yang masih menjadi catatan kami di LPW NTB,” kata advokat muda LPW NTB, M Arif SH yang juga salah satu pembicara pada kegiatan diskusi dan refleksi penegakan hukum di NTB tahun 2023 yang digelar LPW NTB di Kafe Pedjuang Kota Mataram, Minggu lalu (31/12/2023).

Penyelesaian proses penyelidikan kasus kematian Muardin sudah melewati banyak proses dan masih menjadi perhatian banyak kalangan. Bahkan makam almarhum Muardin dibongkar pada 28 Juli 2022 untuk keperluan otopsi.

Kuasa hukum korban dari PBH LPW NTB, Imam Wahyudin, S.H juga ikut hadir saat proses pembongkaran makam tersebut. Imam meminta Polres Bima Kota menangani kasus dengan profesional. Polisi juga diminta agar semaksimal mungkin mencari penyebab kematian Muardin, karena hal pertama yang penting bagi pihak keluarga adalah mengetahui penyebab kematian. Upaya otopsi menurutnya, adalah bagian dari penyelidikan untuk menggali fakta hukum.

“Otopsi akan digunakan sebagai alat bukti surat, untuk dikaitkan dengan keterangan saksi. Baru kemudian ada kesimpulan penyebab kematian korban,” jelas Imam kala itu. 

Jika ditemukan fakta tindak pidana kata Imam, keluarga berharap segera dilanjutkan ke proses penyidikan, untuk menemukan tersangka yang sebenarnya.  

“Kami harap proses penyelidikan harus transparan, jangan ada yang ditutupi,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, proses penghitungan suara hasil Pilkades Rite Kecamatan Ambalawi berakhir ricuh. Tiga orang warga mengalami luka, satu diantaranya kritis dirawat di ruang ICU RSUD Bima, yakni Muardin. Korban mengalami luka serius bagian kepala.

Dua korban lain adalah, Nanang Suhendra yang merupakan anak kandung Muardin, mengalami luka lecet bagian perut diduga diserempet peluru karet. Kemudian korban lain yakni, Bustan mengalami luka lebam bagian muka dan dirawat di Puskesmas Ambalawi.

Salah satu korban, Bustan menceritakan awal mula terjadinya kericuhan saat proses penghitungan suara Pilkades di Rite itu. Saat pemilihan pada Rabu secara normal berjalan dengan lancar.

Pencoblosan yang dimulai pukul 07.00 Wita itu berakhir hingga pukul 24.00 Wita. Penghitungan suara dilanjutkan hari Kamis pukul 11.00 Wita.

Saat proses penghitungan sedang berlangsung pada kotak ke 7 dari 9 kotak suara kata Bustan, penghitungan mendadak terhenti karena adanya protes dari salah satu calon. Hal itu memancing emosi warga lain.

“Saat itu, waktu menjelang magrib protes semakin riuh mendadak saja terjadi lemparan batu. Pihak aparat kewalahan menghalau massa yang sudah kecewa dengan kinerja panitia. Tembakkan gas air mata pun terjadi,” ucap Bustan.

Sementara korban lain, Muardin dikabarkan meninggal setelah dirawat di RSUD Bima. Dari keterangan Humas RSUD Bima, dr Akbar waktu itu korban meninggal saat hendak dirujuk ke Mataram. Korban meninggal kata Akbar, karena luka di bagian kepala. Namun, Akbar tidak bisa menyimpulkan penyebab dari luka tersebut. 

“Itu tim forensik yang lebih paham. Kalau secara kacamata medis, itu luka akibat terkena benda tumpul,” kata Akbar dikonfirmasi waktu itu. 

Selain kasus kematian Muardin, LPW NTB juga menyoroti penegakan hukum yang menimpa Satriawati, perempuan asal Lombok Barat yang laporkan atas sumpah palsu oleh seorang bule asal Jerman. Kini, perempuan 39 tahun itu dinyatakan bersalah dan dituntut penjara 1,6 tahun oleh Pengadilan Negeri Mataram.

Diskusi bertajuk catatan hitam dan arah reformasi peradilan itu menghadirkan sejumlah pembicara dari kalangan advokat. Selain Direktur LPW NTB, Taufan SH MH, dosen di Fakultas Hukum Unram juga ada advokat dan dosen, Safran SH MH. Kemudian pembicara lain, Ketua PBH LPW NTB, Adhar SH MH serta sejumlah advokat muda seperti Muamar Afdal SH, M Arif SH, Satria Tesa SH, Zaki Akbar SH dan Salahudin SH. (jr)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI