Seorang Disabilitas di Bima diperkosa, kasus dihentikan polisi di tengah jalan

kicknews.today – Polres Bima Kota, menghentikan penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan yang terjadi di Desa Ambalawi Kota Bima. Korban merupakan seorang disabilitas. Keluarga pun menuntut keadilan, karena terduga pelaku merupakan seorang yang berpengaruh.

Kasus ini awalnya dilaporkan pada Agustus 2021 lalu, ke Unit PPA Polres Bima Kota atas dugaan persetubuhan terhadap anak.

Keluarga korban, Hajrika kepada wartawan, Minggu (31/10) mengungkap awal kejadian yang diungkap oleh korban berinisial N.

Sekitar Februari 2021, korban dalam perjalanan pulang setelah BAB dari sungai. Namun, di tengah jalan ia dipanggil oleh terduga pelaku, berinisial Ci. Letak rumah Ci ini, tepat berada di pinggir jalan menunjukkan sungai.

Korban kata Hajrika, setelah dipanggil langsung ditarik ke rumahnya dan dibawa ke kamarnya. Di situ, korban langsung disetubuhi.

Namun kejadian ini, tidak langsung diketahui. Keluarga baru curiga, ketika ada perubahan pada tubuh dan perut korban yang semakin membesar.

“Akhirnya, orang tua korban tanya tentang yang terjadi. Itu pun lama baru diceritakan, karena mungkin korban ditekan oleh pelaku untuk tidak bercerita. Sekitar dua mingguan, baru korban mau terbuka dan cerita semuanya, ” ungkap Hajrika.

Ipar korban ini juga mengungkap, meski korban tidak bisa berjalan dan berbicara selayaknya orang normal, tapi dia mampu menceritakan siapa yang yang telah menyebutuhinya.

“Dan disebut oknum itu (menyebut nama, red) yang sudah melakukannya, ” tandasnya.

Setelah korban sampaikan semua ke orang tuanya ungkap Hajrika, terduga pelaku sempat akan dimassa oleh warga desa. Tapi ia mengamankan diri ke Polsek Ambalawi.

Pada saat mengamankan diri itu lah kata Hajrika, terduga pelaku mengakui perbuatannya telah menyetubuhi korban.
Bahkan tambahnya, keluarga pelaku sudah mendatangi keluarga korban untuk berdamai dan akan bertanggungjawab.

“Tapi ditolak. Karena keluarga pikir, dinikahi untuk apa? Sedangkan korban disabilitas, nggak bisa apa-apa. Fisik dan mentalnya terganggu sejak lahir, ” tegasnya.

Sehingga akhirnya keluarga bersepakat, untuk melaporkan hal ini ke Polres Bima Kota atas dugaan persetubuhan terhadap anak.

“Tapi ya itu, polisi menghentikan penyelidikan kasus ini. Alasannya, saudari kami tidak termasuk anak. Kemudian, tidak ada ditemukan adanya unsur paksaan berdasarkan hasil visum, ” ungkap Hajrika.

Alasan lain yang disebutkan polisi juga, jika korban tidak termasuk disabilitas mental. Hanya kemampuan IQ yang berada dibawah rata-rata. Sehingga kepolisian menyimpulkan, tidak bisa dilanjutkan.

Hajrika mengakui, tahun kelahiran korban berbeda yang tertera di KK dan ijazahnya. Namun menurut orang tua korban, tahun kelahiran yang benar adalah yang tertera dalam ijazah. Artinya, masih terkategori anak.

Sedangkan soal mental korban, seluruh warga juga mengetahui bagaimana kehidupannya sehari-hari. Ia tidak mampu membedakan yang baik dan buruk, selayaknya anak yang normal.

“Kami meminta keadilan untuk saudari kami. Bukankah seharusnya disabilitas itu dilindungi negara? Apalagi terduga pelaku sudah mengakui, harusnya itu sudah cukup, ” tegasnya.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim melalui Kasi Humas Polres Bima Kota, Iptu Jufrin membenarkan pihaknya sudah menerima laporan atas dugaan persetubuhan anak. Tepatnya, pada tanggal 15 Agustus 2021. Pelapor, merupakan ibu korban asal Desa Rite Kecamatan Ambalawi.

Berdasarkan hasil penyelidikan jelas Jufrin, dari keterangan korban jika dirinya telah diperkosa oleh terlapor sekitar bulan Maret 2021.

Caranya beber Jufrin, sepulang korban BAB dari sungai melewati rumah terlapor saat berada disamping rumah terlapor, tiba-tiba terlapor menarik tangan korban. Hingga kemudian, masuk ke dalam kamar lalu diperkosa oleh terlapor.

Namun kata Jufrin, hal itu hanya dari keterangan korban saja. Tidak ada keterangan ataupun petunjuk yang mendukung, karena para pihak yang telah dimintai keterangan hanya mendengar cerita dari korban saja.

“Dari hasil visum menerangkan, tidak ada tanda-tanda kekerasan, ” ungkapnya.

Setelah diperhatikan juga, didalam akta kelahiran dan KK ternyata usia korban sudah 18 tahun 8 bulan pada saat kejadian.

Sesuai dengan ketentuan kata Jufrin, korban yang sudah berumur dewasa maka terlapor disangkakan pasal 285 KUHP.

Sedangkan di dalam pasal 285 KUHP harus ada unsur “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan”. Namun berdasarkan fakta yang ada, unsur pasal tersebut tidak bisa terpenuhi.

” Sehingga penyidik berkesimpulan, bahwa kasus tersebut belum bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan, ” pungkas Jufrin. (red)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI