Pengamat Militer ISSES dukung sikap Panglima TNI proses aparat tendang suporter di Kanjuruhan

kicknews.today – Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menanggapi soal video viral yang memperlihatkan prajurit TNI diduga ikut melakukan kekerasan pada penonton di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10). Menurut Andika, apa yang dilakukan prajurit TNI dalam video tersebut, bukan merupakan bentuk pertahanan diri.

“Yang terlihat viral kemarin itu bukan dalam rangka mempertahankan diri, itu bukan,” tegas Andika usai menghadiri rapat koordinasi dengan Menko Polhukam, Senin (3/10).

Andika menegaskan, tindakan itu tidak boleh dilakukan oleh prajurit TNI. Justeru tindakan tersebut mengarah ke perbuatan tindak pidana.

Hanya saja pihaknya belum bisa memastikan berapa prajurit TNI yang terlibat tindak kekerasan di Stadion Kanjuruhan dan dari satuan mana saja. Yang jelas, Mabes TNI saat ini sedang melakukan investigasi untuk mengungkap identitas pelaku tindak kekerasan di Stadion Kanjuruhan.

“Hasilnya akan diketahui pada Selasa besok (hari ini). Kami sudah sejak kemarin sore (Minggu),” sebut Andika.

Sikap Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa diapresiasi Pengamat Militer ISSES, Khairul Fahmi. Menurutnya, ia sepakat dengan apa yang disampaikan Jenderal Andika dan langkah-langkah yang ditempuh TNI terkait kejadian di Kanjuruhan. Termasuk dengan memproses pelanggaran pidana bagi personel yang terbukti melakukan kekerasan tidak patut terhadap warga masyarakat.

Namun, agar ada solusi jangka panjang, berkelanjutan dan untuk mengisi kekosongan hukum terkait tugas perbantuan, sebaiknya Panglima juga dapat mengeluarkan kebijakan yang dapat menjadi pedoman teknis dalam pelaksanaan pelibatan TNI dalam pengamanan kegiatan masyarakat ke depan. Termasuk dalam pertandingan sepakbola di Indonesia.

Misalnya, mekanisme permintaan pengerahan, siapa saja yang berwenang menyetujui, mengizinkan dan atau memerintahkan personel untuk menjalankan tugas perbantuan. Beserta aspek-aspek yang harus dianalisis dan dipertimbangkan dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan perbantuan atau tidak.

“Saya sendiri sebenarnya lebih setuju jika personil TNI tidak dilibatkan secara langsung di dalam arena. Cukup diperankan sebagai kekuatan cadangan, jika terjadi eskalasi serta berpotensi menjadi huru-hara yang meluas hingga menjadi ancaman bagi keselamatan masyarakat,” kata Fahmi, Selasa (4/10).

Mengapa demikian kata Fahmi, Prajurit TNI ini sebenarnya dicetak untuk bertempur dan mampu menghilangkan ancaman terhadap negara. Sederhananya, doktrin mereka adalah ‘membunuh atau dibunuh’. Jika tidak hati-hati dan terkendali, pelibatan tentara tersebut justru bisa jadi bumerang.

“Ketika situasi memburuk, mereka secara naluriah akan menganggap yang dihadapi ini adalah musuh yang harus dibasmi. Sehingga sangat mungkin terjadi kekerasan yang tidak patut dan berlebihan,” tuturnya.

Idealnya, soal dilibatkan atau tidak, sebaiknya mengacu pada ketentuan perundang-undangan. Dalam konteks pengamanan di stadion, jelas tanggung jawab ada pada Polri. Pelibatan personel TNI dalam pengamanan kegiatan masyarakat itu sifatnya adalah tugas perbantuan pada Polri. Jadi, (mestinya) dilakukan atas permintaan Polri.

Sayangnya, mengenai tugas perbantuan ini tidak memiliki payung hukum yang kuat dan lebih teknis. Sehingga dalam pelaksanaannya di lapangan, tidak begitu jelas rambu-rambu, jalur komando, batasan kewenangan dan tanggung jawabnya. “Nah saya kira tugas perbantuan ini, baik yang digelar sebagai bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP) maupun bukan, termasuk yang selama ini dilakukan berdasarkan MoU dan berada di ruang-ruang sipil, perlu diatur dalam sebuah Undang-Undang. Ini penting supaya ruang lingkup dan batasannya menjadi jelas dan tidak multitafsir,” pungkasnya. (jr)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI