8 bulan, kasus kematian Desi di kamar kos belum disidang

kicknews.today – Kematian Desi Novita Irmawati, gadis 28 tahun di kamar kos Kota Bima pada Desember 2021 tak kunjung memasuki tahap persidangan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan. Hal itu menumpuk tanda tanya pihak keluarga dan publik.

Sejauh ini Kepolisian telah melakukan proses penegakan hukum sampai pada tahapan penyidikan dan menetapkan empat orang tersangka pada Februari 2022. Sampai dengan Agustus 2022, penegak hukum belum memberikan kejelasan terhadap perkembangan kasus tersebut.

Catatan PBH LPW NTB selaku kuasa hukum keluarga menguraikan proses penanganan kasus kematian Desi. Pertama, DS meninggal pada Desember 2021, bertempat di Kota Bima NTB. Pada Januari 2022, atas desakan keluarga dan publik, kepolisian mengambil langkah otopsi.

Pada Februari 2022, hasil autopsi menemukan peristiwa pidana dan naik ke tahap penyidikan. Kemudian, hasil penyidikan Polres Bima Kota pada Febuari 2022 menetapkan 4 orang tersangka, diancam dengan Pasal 346 Jo Pasal 56 KUHP.

Selanjutnya, Maret 2022 PBH LPW NTB mengkonfirmasi perkembangan perkara pada Satreskrim Polres Bima Kota bahwa berkas sudah rampung dan akan dilimpahkan ke Kejaksaan. Bulan yang sama, PBH LPW NTB mengajukan Surat Permohonan Perkembangan Hasil Penyidikan.

Juni 2022, kembali menanyakan kepada Satreskrim Polres Bima Kota, dan dinyatakan berkas perkara telah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Raba Bima, dan menunggu petunjuk lebih lanjut untuk melengkapi berkas. 

“PBH LPW NTB juga mengkonfirmasi secara lisan ke Kejaksaan Tinggi NTB, berkas sudah dikembalikan ke Polres Bima Kota,” tegas Ketua PBH LPW NTB, Adhar SH MH, Senin (22/8).

Mengigat ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2013 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, mengatur secara umum tentang hak-hak korban, pelaku, dan keluarga korban. Ketentuan Pasal 31 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia, tentang batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya surat perintah penyidikan meliputi: 120 untuk penyidikan perkara yang sangat sulit, 90

hari penyidikan perkara yang sulit, 60 hari untuk penyidikan perkara yang sedang.

Dari rangkaian tahapan proses penegakan hukum tersebut, penegak hukum belum memperjelas status kematian Desi. Hal ini tentu mengangkangi kontitusi, UUD NRI 1945, yang diturunkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.

KUHAP pun kata Adhar, mengatur tentang tata cara proses penegakkan hukum dalam penyidikan hingga proses peradilan untuk memberikan kepastian hukum, menjunjung tinggi HAM kemanusiaan untuk mencapai keadilan. Kepolisian sebagai instrumen negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban menegakkan hukum dan mengayomi masyarakat dalam rangka menjunjung tinggi HAM.

Untuk menggerakan tangan dan kaki Kepolisian, telah diterbitkan Peraturan Kepolisian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Juga terdapat Peraturan Kapolri tentang Kode Etik Kepolisian untuk menjaga hati nurani kepolisian.

Dengan adanya berbagai alat kelengkapan dan peraturan itu, negara memberikan kepercayaan kepada penegak hukum untuk bergerak memperjuangkan HAM dan akses keadilan untuk masyarakat. Keluarga maupun masyarakat, berharap cara-cara penegak hukum menggunakan saluran peradilan pidana, tidak semakin mengurangi kepercayaan publik.

Berdasarkan hal itu, PBH LPW NTB menuntut kejelasan proses dan transparansi informasi perkembangan penanganan kasus kematian Desi. Mempertanyakan kepastian hukum dalam penyelesaian sampai tahap persidangan. APH harus mengoptimalkan fungsi saluran penegakkan hukum untuk mencapai keadilan.

“Evaluasi kinerja perangkat penegakan hukum dalam penanganan kasus kematian Desi, terutama kinerja Kasat Reskrim Polres Bima Kota,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, penyebab meninggalnya Desi Novita Irmawati, asal Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) terungkap setelah polisi membongkar makam dan mengotopsi jasad korban. Hasil otopsi menunjukan korban dalam kondisi hamil muda. Korban juga diketahui meninggal dengan tidak wajar. Akibat overdosis, karena mengkonsumsi obat penggugur kandungan.

Dari bukti tersebut, polisi berhasil menyelidiki dalang dibalik kematian gadis 28 tahun itu. Empat tersangka ditetapkan. Yakni, inisial M, NH, MRI dan MJ. Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 346 KUHP tentang aborsi. Mereka  terancam hukuman 4 tahun penjara.

“Para tersangka ini belum ditahan. Mereka akan dipanggil untuk dimintai keterangan,”  Kapolres Bima Kota AKBP Henry Novika Chandra melalui Kasi Humas, Iptu Jufrin, Sabtu (19/2).

Desi ditemukan meninggal di kamar kos di Kelurahan Sadia Kecamatan Mpunda Kota Bima pada 18 Desember 2021 lalu. Sehari sebelum meninggal, korban sempat merayakan pesta ulang tahun bersama teman-temannya.

 “Korban baru dua pekan berada di Kota Bima setelah bekerja di Pulau Lombok,” ungkapnya.

Hasil visum tidak ditemukan tanda kekerasan pada tubuh korban. Sementara dari olah tempat kejadian perkara (TKP) sejumlah bukti ditemukan. Salah satunya, bungkusan obat. Polisi juga memeriksa dua orang saksi yang merupakan teman korban.

Penyelidikan kematian Desi saat sempat tidak dilanjutkan. Pihak keluarga sudah ikhlas dan menolak jasad korban diotopsi. Menganggap kematian korban sebagai musibah dan memilih untuk dimakamkan.

Namun, belakangan orang tua korban gelisah. Berfirasat ada sesuatu yang janggal di balik kematian putrinya itu. Pembongkaran makam pun akhirnya disepakati pada 29 Desember atau 10 hari setelah dimakamkan. Kemudian jasad diotopsi oleh Polres Bima Kota dibantu Tim Labfor Polda NTB dan tim medis dari Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Hasil otopsi korban meninggal karena overdosis akibat mengkonsumsi obat penggugur kandungan. Hal itu diperkuat dengan ditemukan bekas bungkusan obat dari tempat korban meninggal. (jr)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI