kicknewa.today – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menetapkan satu anggota DPRD NTB sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi “dana siluman”. Penetapan tersebut dilakukan pada Senin (24/11/2025), sebagaimana disampaikan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Muh. Zulkifli Said.
Tersangka baru tersebut adalah Hamdan Kasim alias HK, yang merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD NTB. HK disebut memiliki peran yang sama dengan dua tersangka sebelumnya, yaitu Indra Jaya Usman alias IJU dan M. Nashib Ikroman alias Acip, yang telah lebih dulu ditetapkan dan ditahan pada 20 November 2025.

“Hari ini kami telah melakukan pemeriksaan yang awalnya sebagai saksi. Setelah dilakukan ekspose, saksi tersebut kami tetapkan sebagai tersangka. Pemeriksaan sebagai tersangka sudah dilakukan, dan kami kembali melakukan ekspose untuk penahanan terhadap HK,” kata Zulkifli.
HK bersama dua tersangka sebelumnya diduga berperan sebagai pemberi dana gratifikasi kepada 15 anggota DPRD NTB periode baru. Total dana yang mengalir mencapai lebih dari Rp 2 miliar.
Menurut Aspidsus, penahanan terhadap HK dimulai hari ini dan akan berlangsung selama 20 hari ke depan di Lapas Kuripan bersama tersangka lain yaitu IJU sementara Acip ditahan di Lapas Lombok Tengah.
Zulkifli mengungkapkan, hingga saat ini lebih dari 50 saksi telah diperiksa dalam perkara gratifikasi “dana siluman”. Sebagian besar berasal dari unsur Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Penyidik menyebut masih terus mendalami adanya pihak lain yang kemungkinan terlibat atau memberikan aliran dana tambahan.
“Masih kami dalami. Kami menunggu perkembangan penyidikan. Penanganan kami proporsional, progresif, dan mengedepankan kehumanisan. Kita pakai hati nurani dalam proses ini,” ujarnya.
Ketiga tersangka saat ini dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait belum diterapkannya Pasal 12 yang memiliki ancaman hukuman lebih berat, Zulkifli menyebut penambahan pasal masih mungkin dilakukan sesuai perkembangan penyidikan.
“Nanti kita lihat perkembangannya. Aturannya memungkinkan penambahan pasal, dan itu bisa dilakukan berdasarkan hasil penyidikan,” jelasnya.
Dalam penyidikan sementara, Kejati NTB menegaskan bahwa sumber dana gratifikasi bukan berasal dari dana pokok pikiran (pokir) maupun APBD. (gii/*))


