kicknews.today – Persoalan hak atas tanah tempat imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab mendirikan pondok pesantren di kawasan Megamendung, Bogor ramai jadi perbincangan setelah PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Gunung Mas melayangkan somasi atas kepemilikan tanah tempat berdirinya Markaz Syariah tersebut.
Mengenai persoalan ini, Guru Besar Hukum Universitas Mataram Profesor DR Zainal Asikin SH. SU angkat bicara. Dengan berbagai dalih yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Rizieq Shihab, dia mengulas dengan rinci apakah boleh tanah Hak Guna Usaha milik PTPN itu diambil FPI.

Prof. Zainal Asikin sebenarnya menyayangkan kalau orang-orang yang mengerti hukum di sekeliling Rizieq Shihab tidak memberi masukan yang benar.
“Sayang sekali orang orang disekeliling Habib Rizieq yang mengerti hukum seperti Munarman, tidak memberikan masukan yang benar tentang tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN yang kemudian dijadikan Pondok Pesantren oleh FPI yang bisa berujung kepada pidana,” kata Prof. Zainal Asikin dalam keterangan tertulisnya kepada kicknews.today, Jumat (25/12).
Menurutnya, argumentasi Habib Rizieq yang mengatakan jika tanah HGU sudah tidak digarap oleh PTPN, maka masyarakat boleh mengambilnya dan membangun di atas tanah HGU tersebut sangat keliru.
“Pernyataan tersebut tentu sangat keliru. Harusnya kolega beliau membaca PPNo. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Penggunaan Tanah Terlantar,” tegas dia.
Paling tidak menurut Prof. Zainal Asikin, ada dua hal inti yang harus diperhatikan ditinjau dari aspek hukum mengenai persoalan tanah di Megamendung tersebut.
“Bahwa tanah HGU yang ditelantarkan tidak otomatis bisa dikuasai oleh Perorangan atau badan hukum lain. Bahwa HGU (PTPN ) tersebut harus dinyatakan terlantar dulu oleh BPN dan kemudian HGU-nya dicabut. Jika belum dicabut HGU-nya maka tanah tersebut tetap menjadi hak dari PTPN. Dan jika bertahan untuk tidak mau keluar dari tanah tersebut,maka hal tersebut bisa berdampak pada tindakan pidana,” jelasnya.
Lalu yang ke dua dilanjutkan dia, bahwa kemudian jika HGU (PTPN ) –nya sudah dicabut maka tanah tersebut kembali menjadi tanah milik negara (menjadi sertifikat Hak Pengelolaan Lahan alias HPL— yang pengelolaanya tunduk pada UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara jo. PP No. 27 Tahun 2014 jo PP No.28 Tahun 2020).
“Selanjutnya jika Habib Rizieq atau FPI ingin menjadikan lahan itu sebagai lahan untuk mendirikan bangunan pondok pesantren, maka harus mengurus HGU-nya ke Pemerintah. Jadi tidak boleh mengklain itu menjadi hak-nya,” terang Prof. Zainal Asikin.
Berdasarkan alasan di atas, dia menyarankan agar semua pihak menyelesaikan urusan ini secara prosedural sehingga tidak menimbulkan masalah.
“Saya menyarankan ke siapa saja, khusunya ke FPI untuk menyelesaikan persoalan tanah HGU tersebut secara prosedural dan tuntas agar tidak menimbulkan masalah hukum seperti yang sekarang dipersoalan PTPN dengan menyuruh dan memerintahkan FPI keluar,” tutupnya. (red.)