kicknews.today- Kasus kekerasan seksual di Provinsi NTB diklaim mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Semenjak kemunculan Film Malaysia yang berjudul Bid’ah atau Walid memberi dampak baik bagi masyarakat. Terutama banyak para korban kekerasan seksual yang berani melapor.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi menyebutkan, semenjak kemunculan film series Walid beberapa waktu lalu, membawa pengaruh baik bagi para korban kekerasan seksual. Pasalnya, dari kemunculan film Negeri Jiran ini secara tidak langsung membuat para korban sadar dan semakin banyak yang berani melaporkan diri atas kasus yang pernah dialami.

”Dari adanya film Walid itu, korbannya banyak sekali. Dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, tahun ini lebih banyak kasus kekerasan seksual terungkap, terutama yang ditangani sama Polres Kota Mataram, angkanya tinggi sekali,” terang Joko.
Lebih lanjut Joko menyebutkan sejak awal Mei 2025, jumlah kasus kekerasan seksual anak di Kota Mataram mencapai lebih dari 10 kasus, mulai dari sodomi hingga inses.
”Ada peningkatan dari case yang ada. Peningkatannya merata di beberapa kasus, mulai dari kasus anak dengan anak, orang tua dengan anak yang trennya masih tinggi hingga tren kekerasan seksual di dunia pendidikan yang juga ting,” kata Joko Jumadi di Mataram, Selasa (13/5/2025).
Adapun data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2AP2KB) NTB menunjukkan kasus kekerasan seksual terhadap anak sejak 2020 hingga 2024 terus meningkat. Pada 2020 sebesar 482 kasus, 2021 (598), 2022 (640), 2023 (607), dan 2024 (633).
Sedangkan dalam periode 2021-2024, jumlah kasus kekerasan terhadap anak paling tinggi terjadi di Kabupaten Lombok Timur, yakni 847 kasus. Kemudian, Lombok Utara 507 kasus, Lombok Barat (300), Kabupaten Bima (234), Mataram (226), Dompu (217), Sumbawa (194), Lombok Tengah (190), Kota Bima (146), serta Sumbawa Barat 99 kasus.
Menurut Joko, akar persoalan kasus kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak kerap berawal dari lingkungan keluarga yang tidak kondusif. Sehingga banyak anak yang menjadi korban berasal dari keluarga yang telah bermasalah sejak awal, baik akibat perpecahan rumah tangga, pernikahan usia anak, hingga minimnya pengawasan dari orang tua. (wii)