Dua tersangka kasus alat berat Dinas PUPR NTB segera ditetapkan

Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili. (Poto kicknews.today/Anggi)

kicknews.today – Penyidik Polresta Mataram terus mengusut kasus dugaan penyimpangan dalam penyewaan alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok, Dinas PUPR NTB. Dua nama kini dikantongi dan diduga kuat bakal ditetapkan sebagai tersangka.

 

“Sudah ada dua calon tersangka,” ungkap Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, Rabu (11/06/2025).

 

Kasus ini melibatkan penyewa alat bernama Efendi dan menyeret sejumlah nama pejabat lama, termasuk mantan Kepala Balai Ali Fikri serta eks Kepala Dinas PUPR NTB Sahdan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB turut dilibatkan untuk mengaudit potensi kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp4,4 miliar.

 

Tim auditor BPKP telah memeriksa sejumlah saksi kunci, termasuk staf balai, Efendi, serta mantan bendahara dinas. Penyidik Tipikor kini menelusuri dugaan aliran dana hasil penyewaan yang masuk ke rekening istri Ali Fikri. Polisi mengaku telah mengantongi bukti transfer dari Efendi ke rekening tersebut.

 

“Itu yang sedang kami dalami untuk dibuktikan,” kata Regi.

 

Ali Fikri dan istrinya telah menjalani pemeriksaan pada 4 Juni 2025. Pemeriksaan dilakukan setelah ditemukan kejanggalan antara keterangan mereka dengan dokumen yang dimiliki Efendi. Dalam dokumen Efendi, durasi sewa tercatat hanya 25 jam, berbeda jauh dengan data dari Balai yang mencatat 125 jam. Selain itu, terdapat perbedaan tanda tangan pada dokumen kontrak.

 

Ali Fikri membantah tuduhan dana sewa masuk ke rekening istrinya. Ia menyatakan semua kegiatan selama masa jabatannya dilakukan berdasarkan kontrak yang sah.

 

“Selama saya menjabat, semua hanya berdasarkan kontrak. Setelahnya itu urusan pejabat yang baru,” ujarnya.

 

Namun, ia mengakui bahwa dirinyalah yang menyusun kontrak penyewaan dengan Efendi. Meski begitu, ia menegaskan bahwa tidak ada masalah dalam pelaksanaannya.

 

“Tidak ada masalah,” ujarnya.

 

Penyidikan kasus ini sempat terhambat lantaran Efendi beberapa kali mangkir dari panggilan penyidik. Meski begitu, polisi telah menyerahkan berkas perkara ke BPKP untuk pendalaman lebih lanjut.

 

Dari hasil penyelidikan, alat berat yang disewa sejak 2021, termasuk ekskavator, mobil molen, dan dump truck yang tidak kunjung dikembalikan, menyebabkan kerugian internal Balai sekitar Rp1,5 miliar.

 

Satu unit ekskavator berhasil diamankan di Lombok Timur dan kini telah dikembalikan ke Kantor Balai di Ampenan, Kota Mataram. Sementara dua alat lainnya masih dalam pelacakan.

 

Kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. (gii-bii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI