Dokter Juga Manusia

Penulis : Yoseph Bharata
Praktisi Kesehatan di Lombok, Anggota IDI cab. Lotim & Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan FH Universitas Hang Tuah Surabaya

Profesi dokter hingga saat ini masih dipandang memiliki status sosial di atas rata-rata, profesi luhur dan mulia di mata masyarakat, sehingga tidak sedikit orangtua memimpikan anak-anaknya menjadi seorang dokter, Untuk menjadi seorang dokter memerlukan kemauan, kemampuan dan niat yang kuat, sedikitnya memerlukan waktu pendidikan sekitar 5 tahun 6 bulan melalui tahapan pembelajaran pre klinik, klinik/ dokter muda dan diwajibkan lulus UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Pendidikan Dokter) sebelum sah menyandang gelar dokter.

Selanjutnya menjalani program magang sebagai dokter internsip selama 1 tahun, kemudian berhak mendapatkan STR (Surat Tanda Registrasi) yang diterbitkan oleh KKI (Konsil Kedokteran Indonesia). PPDS 1 (Program Pendidikan Dokter Spesialis) kurang lebih selama 5 tahun adalah fase berikutnya yang harus dilalui dokter untuk menjadi dokter ahli/ spesialisasi tertentu yang diinginkan. Perjuangan yang cukup panjang, penuh kisah balada dan melelahkan bagi seorang dokter.

Dokter adalah sebuah profesi yang sangat mulia (officium nobile). Mulianya profesi kedokteran berhubungan dengan pelaksanaan tugas profesi yang selalu mengedepankankan pertimbangan keselamatan pasien sebagai prioritas utama. Hal tersebut dilandasi oleh suatu asas atau pemikiran yang dianut dalam pelayanan kesehatan yaitu asas agroti Salus Lex Suprema. Dalam kondisi keadaan kesehatan pasien yang membutuhkan pelayanan kedokteran yang bersifat segera atau tidak dapat ditunda, maka tentunya seorang dokter harus memberikan pertolongan untuk mencegah terjadinya kematian pasien atau mencegah terjadinya kerusakan organ atau jaringan yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan pasien yang bersangkutan. Hippokrates mengatakan bahwa jika ada cinta terhadap sesama manusia, juga ada cinta terhadap pekerjaan dokter.

Pelaksanaan profesi kedokteran sebagai upaya kemanusiaan untuk menolong pasien menghilangkan penderitaan, menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan pasien, agar dapat kembali beraktifitas dan bekerja dengan produktif untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, tidak terlepas dari pandangan etika dan moral yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Ada 4 (empat) prinsip etika moral utama dalam profesi kedokteran, yaitu: Prinsip otonomi, beneficience, non maleficence (primum nonnocere atau above all do no harm) dan prinsip justice. Sebagai profesi yang mulia, seorang dokter dalam melaksanakan praktek kedokterannya terikat dengan sumpah kedokteran sebagai landasan filosofisnya.

Dapat dikatakan tradisi luhur profesi dokter adalah sebuah penghargaan dan amanah yang harus tetap dijaga, melekat di hati, dilaksanakan sebaikbaiknya oleh setiap dokter sesuai ilmu dan kompetensi yang dimiliki.

Profesi dokter adalah profesi yang padat dan besar harapan, karena pasien dan keluarganya bahkan masyarakat di sekitarnya menyerahkan sepenuhnya harapan tehadap upaya kedokteran untuk setiap keluhan dan gangguan yang dideritanya. Harapan besar pasien tidak jarang diikuti oleh ketidaktahuan (ignorance) pasien. Tuntutan bahwa suatu penyakit harus disembuhkan (resultante verbentenis) sering menjadi ukuran keberhasilan dokter untuk memenuhi harapan tersebut. Padahal, sejatinya ukuran keberhasilan pekerjaan profesi kedokteran terletak pada proses upaya kedokteran tersebut dilakukan (inspanning verbentenis).

Perlu dipahami bahwasanya seorang dokter adalah manusia biasa dan bukanlah manusia setengah dewa, tentunya memiliki batas kemampuan, rasa lelah, lupa dan terkadang sakit, sehingga bisa menempatkan profesi dokter yang padat harapan tersebut di tengah kondisi ketidaktahuan pasien, menjadi profesi yang dapat dinilai seutuhnya oleh masyarakat.

Kesamaan persepsi, pemahaman cara pandang pasien dan keluarganya tentunya akan dapat menciptakan suatu ikatan kontrak terapeutik antara dokter dan pasiennya bisa berjalan sesuai harapan. Selain mematuhi rambu-rambu Kode Etik Kedokteran Indonesia, maka seorang dokter dalam menjalankan tugas profesinya diatur oleh sejumlah peraturan perundangan antara lain : pasal 29, pasal 78, pasal 190 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Jika ditemukan unsur pidana perbuatan melanggar hukum ada ancaman sanksi sesuai pasal 359 KUHP.

Setiap bentuk komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan kepada masyarakat disertai pelayanan kesehatan masyarakat yang berkualitas dan tersedianya payung hukum yang efektif dan berjalan baik bagi dokter dalam menjalankan tugas profesinya diharapkan bisa mencapai Visi Indonesia Sehat 2025.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI