kicknews.today – Aksi penangkapan preman dan juru parkir (jukir) liar di Mataram menuai polemik di tataran jajaran pekerja parkir di wilayah Kota Mataram.
Pasalnya, penangkapan tersebut terus diatensi jajaran Polresta Mataram atas perintah Kapolri sesuai arahan Presiden Jokowi beberapa pekan lalu.
Dari hasil penangkapan yang dilakukan jajaran Polresta Mataram, sebanyak 86 orang ditangkap. Di antara 72 diduga Jukir liar dan 14 orang lainnya pelaku premanisme.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Mataram M. Saleh pun angkat bicara terkait penangkapan Jukir dan pelaku premanisme di Kota Mataram.
“Penangkapan ini untuk mengeliminir kondisi di lapangan termasuk adanya aksi premanisme dan Jukir liar di lokasi parkir di Mataram,” kata Saleh kepada kicknews.today, Kamis (1/7) kemarin.
Dikatakan, kebanyakan Jukir yang ditangkap kata dia, tidak hanya berdomisili di Kota Mataram. Ada di Gunungsari, Lingsar dan wilayah Narmada.
Terkait status Jukir, dalam Peraturan Walikota Mataram Nomor 9 Tahun 2016 kata Saleh, tidak ada istilah Jukir ilegal di Mataram. Jukir utama di Mataram sesuai dengan Perwal diperbolehkan mengangkat dua orang Jukir pembantu.
“Begitu yang terjadi di Mataram, jadi Jukir utama, yang kemudian, oleh Perwal diberikan mandat mengangkat maksimal dua jukir pembantu. Nah kemudian jukir pembantu ini yang kemudian bekerja dan menyetor ke Dinas,” kata Saleh di Mataram.
Yang terjadi selama ini cetus Saleh, Jukir Utama di Mataram mengambil uang setoran pada dua Jukir pembantu sesuai dengan Perwal. Sesuai aturan, Jukir utama yang melakukan penyetoran ke kas daerah.
“Kan yang namanya retribusi itu perintah UU harus setor bruto,” katanya.
Dalam aturannya, Jukir Utama semestinya menyetor semua hasil retribusi parkir saat operasi selama 24 jam. Berapa pun yang didapatkan hari itu sebut mantan Lurah di Mataram itu, dari hasil rekapitulasi retribusi harus menyetor bruto ke kas daerah.
“Tapi memang kondisi ini sulit berlaku. Makanya kita gunakanlah setor non tunai. Ketimbang bolak-balik nyetor ke Dishub, lebih baik dia setor non tunai. Itu kita sedang kita terapkan,” jelas Saleh.
Ketika disoal terkait penangkapan Jukir dan pelaku Premanisme di Mataram, Saleh berkomentar bahwa pihaknya sangat mendukung dan mengapresiasi gerakan dari Kapolresta Mataram.
“Kami berharap harus terus dilakukan,” katanya.
Selama ini, jika ditemukan ada Jukir utama yang melakukan penyelewengan uang retribusi kata dia, pihaknya tetap melakukan pembinaan.
Ia pun mengaku, sebagian besar Jukir yang ditangkap di Mataram merupakan Jukir pembantu. Selain itu jelas Saleh, ada banyak juga Jukir ilegal tidak sesuai dengan aturan ditangkap Polresta Mataram.
“Yang memperkejakan Jukir ilegal ini kan Jukir Utama. Sesuai Perwal tidak boleh lebih dari dua Jukir pembantu. Kalau lebih dari itu seharusnya bisa dipanggil si Jukir Utama,” kata Saleh.
Di Mataram sendiri banyak Jukir Utama capai 760 orang. Sehingga jika dikalkulasikan dengan penambahan dua jukir pembantu, jumlah Jukir di Mataram yang tertera dalam Perwal Nomor 9 tahun 2016 sebanyak 2.280 orang.
“Memang jumlah itu bisa saja lebih di lapangan. Jadi lebihnya itulah yang Jukir ilegal. Itu yang tidak sesuai dengan aturan,” katanya.
Atas dasar tersebut cetus dia, Dishub Mataram menduga, kebocoran retribusi parkir dengan model setor netto setiap hari diduga bocor di tangan Jukir Utama.
“Kebocoran ini kemungkinan ada di jukir Utama. Karena tidak setor bruto. Misalnya saja, dia dapat Rp1000 retribusi. Dia harus setor itu 70 persen, tapi yang kami terima hanya 10 persen,” katanya.
Untuk menanggulangi kebocoran tersebut kata Saleh, pihaknya pun telah memberlakukan setor Broto non tunai di sejumlah titik lokasi parkir di Mataram.
“Nanti semua Jukir setor 100 persen ke Daerah dulu. Barulah kemudian dia dapat gaji dari hasil setoran 2 pekan. Kita masukkan dulu masuk ke daerah, barulah kita gaji mereka,” pungkasnya. (vik)