Cerita Tyas dkk, harus naik turun bukit demi mengajar anak-anak di pelosok Lombok

kicknews.today – Baiq Ayu Darma Ning Tyas, wanita tangguh dengan semangat membara demi ingin melihat meratanya pendidikan di Indonesia. Saat ini ia sedang mengusung misi mulia demi anak bangsa hingga ke pelosok desa, tepatnya di area perbukitan di Gubuk Panggel, Dusun Pendem, Desa Mekar, Praya Barat, Lombok Tengah.

“Orang-orang menyebutnya Panggel, karena mungkin ketika ke tempat ini semua akan pegal-pegal karena naik turun bukit,” tutur perempuan usia 25 tahun itu ketika dikonfirmasi via WhatsApp pada Kamis (9/2).

Tyas tidak pernah merasa berkecil hati dan putus asa. Tekadnya tidak pernah gentar. Dengan penuh semangat, ia bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Komunitas Tastura yang akan mengajar dan harus siap menjangkau daerah tersebut.

“Dari pusat kota ke bukit Panggel, perjalanan hampir 2 jam,” katanya.

Tyas saat mengajarkan anak-anak di Gubuk Panggel, Lombok Tengah.
Tyas saat mengajarkan anak-anak di Gubuk Panggel, Lombok Tengah.

Ia mengatakan, perjalanan dari Praya, sebagai ibu kota kabupaten menuju ke Dusun Bangket Molo, Desa Mekar Sari membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan. Daru Bangket Molo ke Penggel sekitar satu jam perjalanan dengan jalan kaki.

“Dulu, kami mengira Bangket Molo merupakan dusun terakhir di wilayah perbukitan itu, ternyata ada yang lebih jauh lagi yakni Gubuk Panggel itu,” ungkapnya.

Karena minimnya akses infrastruktur, Dusun Bangket Molo merupakan satu-satunya akses yang paling bagus untuk mereka lewati dan dirasa paling aman untuk menuju Gubuk Panggel. Akan tetapi, perjalanan ke Bangket Molo pun harus melewati jalan tanah dan bebatuan dengan jarak tempuh sekitar 30 menit dari jalan raya.

“Ketika hujan, akses jalan cukup susah dilewati kendaraan, karena jalan becek dan ada juga yang rusak akibat tergerus air hujan,” ujarnya.

Setelah sampai di Bangket Molo, lalu perjalanan dilanjutkan ke Gubuk Panggel dengan berjalan kaki. Jika musim kemarau, kendaraan masih bisa digunakan ke Panggel.

“Saat musim hujan seperti sekarang, jalan tidak bisa dilewati sama sekali, sehingga harus ditempuh dengan jalan kaki. Biasanya motor kami titipkan di rumah pak Kadus Bangket Molo,” kata Tyas.

Bagi perempuan lulusan PGSD Universitas Mataram ini, perjalanan seperti itu tentu bukan hal baru baginya. Sebab ia bersama Tastura mengajar sudah terbiasa melewati kondisi akses jalan seperti itu.

“Tentu ini tidak seberapa dibandingkan anak-anak Panggel yang setiap hari berjalan kaki hingga satu jam lamanya untuk berangkat ke sekolah,” sebutnya.

Perjalanan ke Panggel, tidak semudah yang dibayangkan, kondisi jalan yang becek ketika hujan, ditambah lagi harus mendaki dan menuruni bukit menjadi rintangan yang selalu memberikan pengalaman yang berkesan bagi Tyas dan rekan-rekannya.

“Paling yang dikhawatirkan adalah saat diperjalanan tiba-tiba hujan, apalagi kami biasanya membawa alat tulis dan lainnya. Sehingga mantel biasanya harus bawa minimal dua. Satu untuk diri sendiri dan satu lagi untuk barang bawaan, sebab di hutan mana ada tempat berteduh,” ungkap koordinator Divisi Pendidikan Tastura Mengajar itu.

Di Gubuk Panggel anak-anak didik dari Tastura mengajar sebanyak 19 orang. 9 dari mereka telah masuk sekolah jenjang SD dan SMP. Sedangkan 10 anak masih di jenjang taman kanak-kanak.

“Karena melihat kondisi akses pendidikan mereka yang cukup sulit dijangkau, sehingga kami menemukan beberapa anak yang masih kesusahan dalam belajar, mungkin tenaga mereka lebih banyak terkuras di perjalanan sebelum akhirnya belajar di sekolah,” kata Tyas.

Melalui kegiatan belajar yang dilakukan di Panggel, mereka mencoba membuat modul pembelajaran sendiri sebagai upaya untuk mengoptimalisasikan pendidikan anak-anak di Panggel. Orientasi utamanya yaitu literasi dan numerasi dengan metode yang tentu menyenangkan untuk anak-anak.

“Untuk anak-anak yang belum masuk sekolah, sejak dini sudah kami kenalkan angka dan huruf, agar ketika sudah masuk SD nanti mereka sudah terbiasa,” lanjutnya.

Meski tidak berkegiatan setiap hari, diakui Tyas bahwa semangat anak-anak di sana untuk bisa menulis, membaca dan berhitung sangat tinggi. Bahkan setiap mereka datang, anak-anak sudah siap untuk belajar.

“Biasanya kami berkunjung sebulan sekali dan pasti menginap. Namun tetap, media pembelajaran kami berikan kepada mereka agar bisa tetap dipakai belajar. Kami pun sudah punya data assessment setiap kali mengajar, sebagai bahan evaluasi untuk kegiatan selanjutnya,” kata Tyas.

Tidak hanya itu, berbagai perlengkapan belajar, seperti buku bacaan, papan tulis dibawakan untuk anak-anak agar bisa belajar mandiri di kampung mereka.

“Harapan Tastura Mengajar ke depan, kami dapat membuatkan mereka pojok belajar, dengan persediaan berbagai koleksi buku bacaan yang bagus serta alat tulis yang lengkap. Dengan begitu, mereka dapat belajar lebih rajin dan tentu menyenangkan,” pungkas Tyas. (cit)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI