kicknews.today – Camat Sembalun Lombok Timur Serkapudin, S.Sos MM mengaku baru tahu ada Jamur Morel (Morchella aff. Deliciosa) yang merupakan spesies jamur edible di Gunung Rinjani. Apalagi tumbuhan ini dikenal sebagai jamur termahal kedua di dunia.
“Jujur, saya baru tahu sekarang bahwa ada Jamur Morel dengan harga fantastis di Gunung Rinjani,” aku Serkapuddin dihubungi kicknews.today, Selasa (25/6).

Yang jelas kata dia, pemerintah sangat bangga dengan adanya jamur termahal jenis morel Taman Nasional Gunung Rinjani. Dia berharap, tanaman ini bisa dibudidaya sebagai salah satu varietas yang dapat menguntungkan masyarakat.
“Jika jamur ini bisa tumbuh di tempat lain tentu akan menguntungkan masyarakat di kaki Rinjani, seperti Sembalun,” katanya.
Untuk diketahui, Jamur Morel merupakan spesies jamur edible hanya tumbuh di Rinjani. Tumbuhan tersebut sebagai komoditas bernilai tinggi di pasaran internasional. Selain harganya yang menjanjikan, jamur ini mempunyai cita rasa yang lezat dan berdasarkan hasil uji fitokimia mengandung antioksidan yang cukup tinggi sebagai anti kanker.
Jenis jamur ini umumnya hanya tumbuh di musim-musim tertentu dan biasanya tumbuh di dinding tanah, lateral (sejajar permukaan tanah). Di Taman Nasional Gunung Rinjani, Jamur Morel dapat ditemukan di kawasan pada ketinggian sekitar 1500 Mdpl.
Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Morel merupakan hasil hutan bukan kayu yang telah mendatangkan devisa cukup tinggi di China, Amerika Utara, India, Turki dan Pakistan. Nilai komersial tahunan di Amerika Utara morel sekitar 5 juta -10 juta USD. Di China 5 tahun terakhir ekspor morel sekitar 181-900 ton dengan harga Ekspor morel sekitar 160 USD per kilogram. Kemudian, India dan Pakistan ekspor morel liar dari Himalaya dengan 50 ton per per tahun.
Hasil penelitian yang dilakukan Tim Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) bekerjasama dengan Tim Peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor bahwa berdasarkan uji DNA Morel di Rinjani merupakan spesies morchella crassipes. Atau satu-satunya morel yang ditemukan pertama di hutan tropis Indonesia. Secara sebaran alamnya, morel hanya tumbuh di daerah beriklim temperate.
Berangkat dari hasil penelitian itu, selanjutnya akan dilakukan analisis media tumbuh agar dapat dibudidayakan di lapangan. Apabila pengembangan tersebut berhasil dilakukan, maka akan dibudidayakan oleh masyarakat di lingkar TNGR. Perlindungan sumberdaya genetik Jamur Morel dalam bentuk Hak Paten Jamur Morel kawasan TNGR juga sudah diajukan ke Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Pengendali Ekosistem Hutan, Budi Sosmardi mengatakan, jenis tumbuhan tersebut hanya ditemukan di Rinjani, meski banyak jenis dari tumbuhan Jamur Morel tersebut. Akan tetapi, untuk spesies morchella crassipes ini hanya ada di Rinjani.
“Ini langka, jadi kita harap tidak ada kegiatan eksploitasi secara massal. Karena sampai saat ini belum bisa dibudidaya di luar kawasan Rinjani,” katanya saat dimintai keterangan via WhatsApp, Selasa (18/7).
Kendati demikian, ia harap tanaman yang merupakan endemik di Rinjani itu harus dipertahankan populasi dan daerah sebarannya. Dan dapat dijadikan bioprospecting serta dapat dibudidayakan di luar kawasan oleh masyarakat lingkar Rinjani, sehingga mampu memberikan manfaat serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Intinya, hutan lestari masyarakat sejahtera.
Sementara Kepala Balai TNGR, Dedy Asriady berharap, kedepan tumbuhan Morel ini mampu dikembangkan sendiri oleh masyarakat, sehingga bisa menjadi salah satu sumber pangan dan kuliner wisata di Lombok ataupun di Sembalun.
Sebelumnya, Dedy Asriady juga menyebutkan, Jamur Morel merupakan plasma nutfah langka yang tumbuh di dalam kawasan Gunung Rinjani. Jamur itu sudah diteliti pada 2017 dan masih terus dilanjutkan penelitiannya sampai sekarang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) pada 5 November 2022, dengan mengangkat tema “Potensi plasma nutfah dan satwa Indonesia”. Jamur morel yang tergolong hanya bisa tumbuh di daerah tropis tertentu itu pertama kali ditemukan oleh Teguh Rianto, salah seorang pegawai BTNGR. Penemuan jenis jamur termahal kedua di dunia tersebut hanya secara kebetulan ketika melakukan patroli di dalam kawasan taman nasional pada 2009.
Dedy mengatakan upaya penelitian terus dilakukan dengan tujuan agar jamur tersebut bisa dibudidayakan oleh masyarakat di lingkar Gunung Rinjani sehingga plasma nutfah itu bisa memberikan dampak ekonomi serta kelestariannya di alam tetap terjaga.
Penelitian awal dilakukan pada 2017. Lokasinya di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, tepatnya di Desa Senaru, yang merupakan salah satu jalur resmi pendakian di Kabupaten Lombok Utara.
Hasil penelitian yang dilakukan tim BTNGR bekerja sama dengan tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor bahwa berdasarkan uji DNA morel yang ada di Rinjani merupakan spesies morchella crassipes, satu-satunya morel yang ditemukan pertama di hutan tropis Indonesia.
“Sampai sekarang, penelitian masih terus dilakukan agar plasma nutfah langka yang harganya cukup mahal itu bisa dibudidayakan oleh masyarakat di lingkar Gunung Rinjani,” katanya. (jr)