kicknews.today – Masyarakat di pulau Lombok yang terkenal dengan lumbung berasnya ternyata pernah mengalami bencana kelaparan. Banyak orang yang mengira hal tersebut adalah mitos, namun catatan sejarah dan penelitian menunjukan terjadinya bencana itu paling tidak tiga kali pada akhir abad ke-19 dan pada abad ke-20. Bahkan salah satunya diangkat menjadi ide utama dalam sebuah film Hollywood yang dilarang penayangannya oleh pemerintah Orde Baru.
Bencana kelaparan tahun 1890-an
Bencana kelaparan di Lombok yang pertama tercatat sejarah yakni disebabkan oleh meletusnya Gunung Tambora di Sumbawa pada 10 April 1815 yang menyebabkan kesulitan pangan berkepanjangan hingga sekitar tahun 1890-an.
Meletusnya Tambora bahkan menyebabkan bencana kelaparan bukan cuma di wilayah sekitarnya seperti di Lombok, tetapi sampai ke Eropa dan Amerika karena terjadi perubahan iklim secara drastis akibat abu vulkanik yang dihasilkan sehingga tahun berikutnya dijuluki tahun tanpa musim panas.
Peristiwa tersebut menyebabkan kegagalan panen dan kematian ternak massal yang pada gilirannya menyebabkan wabah kelaparan terburuk pada abad ke-19
Bukan cuma akibat meletusnya Tambora, bencana kelaparan kala itu juga disebabkan gonjang ganjing pemberontakan Sasak terhadap Kerajaan Karangasem.
Di lain pihak, Pemerintah Hindia Belanda sangat ingin sekali mengambil alih pulau yang merupakan lumbung padi ini.
Hal ini tertuang dalam catatan Lance Brennan, Les Heathcote and Anton Lucas, ‘The causation of famine: a comparative analysis of Lombok and Bengal 1891-1974.
Kerajaan Karangasem di Mataram pada waktu itu menjual hasil pertanian dari Lombok ke beberapa pedagang asing lainnya selain Belanda, seperti Denmark dan Inggris. Hal tersebut membuat Pemerintah Hindia Belanda ‘cemburu’.
Bencana kelaparan ini lalu dijadikan salah satu justifikasi untuk melancarkan ekspedisi militer demi merenggut Lombok dari tangan Kerajaan Karangasem oleh Pemerintah Hindia Belanda. Namun sayang tidak terdapat catatan resmi mengenai adanya korban meninggal akibat bencana kelaparan saat itu.
Bencana kelaparan tahun 1940
Peringatan pertama akan bencana kelaparan disampaikan oleh Residen Bali dan Lombok, H.J.E. Moll pada 11 Juni 1938. Namun Pemerintah Hindia Belanda tidak menduga lumbung padi seperti Lombok akan mengalami defisit pangan.
Empat hari setelah laporan diterima pemerintah pusat di Batavia, H.J.E. Moll mengambil cuti ke Belanda sehingga laporan yang ia sampaikan tidak ditindaklanjuti.
Dua bulan kemudian Pemerintah Hindia Belanda memberi keringanan upeti kepada daerah terdampak kelaparan seperti Lombok Timur dan Lombok Selatan. Harapannya agar masyarakat Lombok tidak mengkonsumsi padi yang akan dijadikan sebagai bibit pada musim tanam selanjutnya.
Namun di bulan Juli tahun yang sama terjadi bencana banjir besar di Lombok Selatan yang menyebabkan terjadinya gagal panen secara besar-besaran. Selain itu, musim hujan yang diharapkan datang pada bulan Oktober tidak terjadi.
Awal 1940 masyarakat Lombok mengalami bencana kelaparan akibat tidak adanya panen padi. Perkiraan kasar pemerintah Hindia Belanda mengatakan lebih dari ratusan orang mengalami kelaparan.
Bencana kelaparan tahun 1963-1966
Diperkirakan tidak kurang dari 10.000 sampai dengan 50.000 orang meninggal dunia akibat bencana kelaparan sejak tahun 1963 sampai dengan 1966, yang mayorintas terjadi di Lombok Selatan.
Menurut penelitian yang dilakukan, kelaparan ini disebabkan oleh meledaknya populasi Lombok yang melampaui produksi padi. Karena ketidakmerataan kepemilikan lahan menyebabkan banyak penduduk miskin tanpa lahan pertanian yang tidak kebagian padi.
Bencana kelaparan bahkan sampai menarik perhatian dunia internasional. Di Australia, masyarakat berbondong mendonasikan beras dan uang untuk meringankan bencana kelaparan yang terjadi di Lombok.
Bencana ini bahkan diangkat menjadi salah satu tema dalam sebuah film Hollywood yang berjudul ‘Days of Living Dangerously‘. Film ini dibintangi oleh artis terkenal Mel Gibson. Film ini juga mengambil tema tentang kerusuhan yang terjadi setelah peristiwa G30S/PKI, kerena bencana kelaparan di Lombok kebetulan bertepatan dengan peristiwa politik terbesar di Indonesia kala itu. (red-daripadamomot)