BBPOM Mataram akui banyak pembelian antibiotik tanpa resep

Ilustrasi antibiotik. (Poto Pixabay/kicknews.today)

kicknews.today – Guna menekan pembelian dan penyerahan antibiotik tanpa resep dokter, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Mataram mengundang para Apoteker Penanggung Jawab PBF (Pedagang Besar Farmasi) dalam kegiatan rapat koordinasi yang dilaksanakan di aula BBPOM di Mataram beberapa hari lalu.

 

Dalam sambutannya Kepala BBPOM di Mataram Yosef Dwi Irwan menyampaikan berdasarkan hasil pengawasan Nasional tahun 2023, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menduduki peringkat ke 6 dengan angka penyerahan antibiotik tanpa resep dokter.

 

”Hal ini tentunya akan meningkatkan resiko angka kejadian Anti Microbila Resistance (AMR), atau Resistensi Anti Mikroba,” katanya.

 

Dijelaskan Yosef, pada tahun 2019 AMR menyebabkan kematian pada 4,95 juta jiwa. Kematian akibat AMR bahkan lebih tinggi dari kematian akibat HIV/AIDS dan Malaria. World Health Organization (WHO) memprediksi jumlah kematian tersebut naik hingga menjadi 10 juta jiwa per tahun pada tahun 2050 mendatang.

 

”Boleh dikatakan AMR merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kesehatan dan risiko keamanan kesehatan global saat in silent pandemic yang dapat membunuh dalam keheningan,” ujarnya.

 

”Dampak AMR ini sangat luar biasa mulai dari infeksi yang sulit sembuh, biaya rumah sakit meningkat karena semakin lama dirawat. Bahkan bisa mengakibatkan kematian jika semua jenis antibiotik tidak lagi mempan membunuh mikroba penyebab infeksi karena sudah resisten,” tambah Yosef.

 

Berdasarkan hasil pengawasan BBPOM di Mataram, lebih dari 90 persen apotek menyerahkan antibiotik tanpa resep dokter. Sehingga perlu upaya kolaboaratif untuk mencegah kejadian AMR, salah satunya melalui pengendalian pendistribusian antibiotik di tingkat Pedagang Besar Farmasi.

 

Berbagai upaya telah dilakukan oleh BBPOM di Mataram seperti, penggalangan komitmen yang melibatkan stakeholder Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan, GP Farmasi, dokter, apoteker, bidan dan perawat dan lain-lain.

 

Selain itu BBPOM di Mataram juga telah menerbitkan surat edaran kepada sarana pelayanan kefarmasian (Apotek, Rumah Sakit dan Klinik) agar memastikan penyerahan antibiotik harus berdasarkan resep dokter.

 

Hal tersebut sebagai upaya lanjutan dengan membagikan poster bertuliskan ‘Stop Pembelian Antibiotik Tanpa Resep Dokter serta Bijak Dalam Menggunakan Antibiotik’.

 

”Kami juga telah bersurat kepada GP Farmasi NTB untuk melakukan kajian kewajaran frekuensi dan jumlah terhadap sarana pelayanan kefarmasian yang melakukan pemesanan antibiotik,” terangnya.

 

Dikatakannya, berdasarkan kajian Apoteker Penanggung Jawab (APJ) PBF, jika pemesan obat menyerahkan antibiotik tanpa resep dokter maka jangan dilayani. Karena pendistribusian antibiotik hanya untuk kebutuhan pelayanan kefarmasian atas resep dokter.

 

”Jika ditemukan pelanggaran berulang, maka kami bisa memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.

 

Dijelaskan Yosef, peran APJ sangat penting dan strategis dalam pengendalian AMR di NTB. Pihaknya berharap seluruh PBF mendukung kebijakan tersebut sebagai upaya mencegah penyerahan antibiotik.

 

”Kami harap PBF mendukung kebijakan ini. Selain mencegah penyerahan antibiotik tanpa resep dokter, yang penting lagi itu kan untuk menjaga kesehatan masyarakat kita,” tutupnya. (gii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI