Bawaslu: Politik uang dan pelibatan ASN masuk kerawanan tertinggi saat kampanye Pilkada

Ketua Bawaslu KLU Deni Hartawan (kiri) didampingi Komisioner Bawaslu KLU, Ria Sukandi.
Ketua Bawaslu KLU Deni Hartawan (kiri) didampingi Komisioner Bawaslu KLU, Ria Sukandi.

kicknews.today – Salah satu upaya menekan potensi pelanggaran di pemilihan serentak tahun 2024 adalah melakukan efektivitas pencegahan. Pasalnya kegiatan ini diklaim mampu merangkul jumlah keterlibatan berbagai kalangan dari kegiatan partisipasi masyarakat. 

Dikatakan ketua Bawaslu melalui Divisi Hukum Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat (HP2H) Ria Sukandi, sejak tahapan pemilihan serentak dinyatakan berlangsung pihaknya baru dua kali melakukan hal tersebut.

Dalam kegiatan tersebut, organisasi kepemudaan dan tokoh adat serta pemuda lintas desa dilibatkan menjadi peserta. Belakangan kegiatan tersebut merambah hingga melibatkan pihak kepala desa melalui Asosiasi Kepala Desa (AKAD) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tentunya diwakili Pejabat stakeholder Bawaslu dalam hal ini Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM). 

“Kita sama-sama mengetahui dua lingkup ini yaitu ASN dan Kepala Desa masuk dalam norma hukum yang dilarang turut aktif mengkampanyekan Calon atau ikut berpolitik praktis,” jelas Ria Sukandi.

Kendati demikian dalam konteks Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) khususnya di Lombok Utara, selain pelanggaran yang melibatkan Netralitas ASN pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 lalu, salah satu warga di Desa Loloan terpidana karena mencoblos dua kali.

Pihak Bawaslu melakukan penyusunan pemetaan kerawanan pada intervensi terhadap penyelenggara. Pasalnya belajar dari pengalaman pemilu lalu, di beberapa daerah terdapat intimidasi terhadap jajaran Bawaslu

“Kita tidak ingin ini terjadi di konten pemilihan lokal kita. Kita sendiri punya cara untuk saling menghargai dalam menanggapi berbagai dinamika yang muncul di tengah hiruk pikuk Pilkada ini,” tuturnya.

Lanjutnya, potensi kerawanan serta strategi pencegahan pelanggaran dalam Pilkada Serentak tahun 2024 dirinya menyebut, netralitas ASN dan politisasi SARA masih menjadi potensi kerawanan yang tinggi.

“Pengaruh kerawanan dalam pemetaan tahapan kerawanan pemilihan di kabupaten/kota pada saat tahapan pungut hitung menjadi tahapan yang berpotensi terjadi di seluruh kabupaten di seluruh Indonesia disusul kemudian dengan tahapan kampanye dan pencalonan,” tegasnya.

Berikutnya tahapan yang berpotensi tinggi adalah kerawanan pemungutan suara ulang dan kesalahan prosedur di TPS oleh penyelenggara Adhock di (KPPS).

Selanjutnya pada tahapan kampanye, kerawanan tertinggi adalah pada potensi praktik politik uang dan pelibatan ASN, TNI dan Polri dalam berkampanye.

“Sementara pada tahapan pencalonan kita memetakan potensinya penyalahgunaan kewenangan dari unsur calon petahana,  ASN TNI dan Polri,” katanya.

“Untuk sisi politik sering terjadi intimidasi ancaman kekerasan verbal dan psikis yang mempengaruhi kerawanan pemilihan di wilayah kabupaten/kota,” lanjutnya.

Dikatakan Ria Sukandi, salah satu cara untuk menekan adanya pelanggaran pelanggaran yang terjadi diperlukan adanya kolaborasi semua pihak, terutama pemerintah daerah, Polri dan TNI dalam menjaga netralitas dalam meminimalisir pelanggaran dalam Pilkada 2024. (gii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI