Akui Saja, NTB Memang Tertinggal

Oleh: Andi Fardian, M.A

Berdasarkan data pada banyak aspek, NTB ini serba paling rendah. Tertinggal dan terperosok. Terbaru, pertumbuhan ekonomi NTB pada Q2 2025 berada di angka -0,82. Minus, dan nomor dua dari bawah. Ini pertumbuhan ekonomi paling rendah. Indeks literasi paling rendah. Indeks pembangunan manusia paling rendah. IPLM juga paling rendah. Indeks SDM NTB pun berada di peringkat 30 dari 38 provinsi. Indeks-indeks lainnya juga tergolong rendah, bahkan paling rendah. Kualitas pendidikan juga rendah dan tertinggal. Harus berapa banyak data dulu agar mata hati dan daya kritis Anda tergugah. Sekolah-sekolah di NTB itu tertinggal kualitasnya. Yang menganggap maju hanyalah orang NTB yang tidak pernah keluar dari kandang atau yang pura-pura tidak membuka mata kritisnya untuk mengakui realitas.

Kalau semuanya rendah, lalu pekerjaan pemerintah daerah selama ini apa? Anggaran-anggaran ke mana larinya? Apakah yang dikejar hanya penyerapan anggaran? Tapi saya paham, pemerintah daerah hanya akan melaporkan kinerja yang dari tahun ke tahun meningkat. Padahal itu semu. Mana ada dinas pemerintah yang melaporkan kinerjanya menurun. Tunggu kiamat dulu jika ingin melihat pemerintah daerah jujur.

Sebagian orang NTB, kalau dikritik begini, sikapnya pasti denial, tersinggung, dan merasa harga diri daerahnya dilecehkan. Alih-alih mencari solusi atas ketertinggalan ini, mereka justru sibuk mencari pembenaran. Bukannya mencari jalan keluar dan bermawas diri, malah defensif. Jawabannya tidak jauh-jauh dari, “Gak kok. NTB sudah maju.” Maju dari mananya, bro? Tapi, ya, kalau melihatnya dari dalam kandang, pasti bilangnya maju. Kalau melihatnya dari luar, justru akan terlihat betapa NTB tertinggal.

Jargon-jargon politis menjamur di mana-mana: mendunia-lah, makmur-lah, gemilang-lah. Itu ’kan hanya jargon politik. Orang-orang yang cerdas tidak akan mudah percaya. Hanya tim sukses yang membanggakan itu. Kalau saya, tidak mudah percaya pada omongan politisi.

Buktinya jelas. Ketimpangan di NTB itu menganga. Lombok berkembang (berkembang ala NTB, maksudnya), sementara Sumbawa tertinggal. Lapangan kerja sangat terbatas. Ribuan sarjana baru bingung dan frustrasi karena tak kunjung bekerja. Secara sosiologis, frustrasi orang-orang yang tak kunjung mendapatkan pekerjaan membuat mereka bersikap anarkis. Jangan heran NTB bagian timur rentan dengan konflik sosial: blokir jalan, membakar fasilitas publik, hingga maraknya tindakan anarkis. Ya, rakyat muak dengan ketidakmampuan pemerintah daerah. Untuk melihat ini sederhana saja. Tidak usahlah menggunakan teori-teori akademik yang pelik. Orang, kalau lapar, mereka jadi singa. Lapar di sini berarti bingung dengan lapangan pekerjaan, tidak puas dengan fasilitas kesehatan, harga gabah yang tidak memadai, yang pada akhirnya membuat mereka mengamuk.

Ayolah, jangan banyak berjargon. Saya ingin mendengar bagaimana respons tim-tim sukses yang ahli dan suka memuji setinggi langit bosnya. Kurang-kurangi menjilat, Semeton. Anda seharusnya kritis dan objektif terhadap gubernur dan bupati yang Anda dukung. Kurang katakan kurang. Benar katakan benar.

Akui saja, NTB ini tertinggal dalam banyak hal. Jujurlah dengan berbagai kondisi riil ini. Dengan jujur, kita bisa melihat dan menilai berbagai aspek secara objektif, yang kemudian bisa menjadi dasar untuk menentukan jalan perbaikan.*

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Oleh: Andi Fardian, M.A

Penulis ialah Pengamat Sosial Politik

Artikel Terkait

OPINI