kicknews.today – Persoalan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lombok Utara (KLU). Dari total 19 unit Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) ditambah satu Bank Sampah Induk (BSI) di Desa Malaka, tercatat 6 unit TPS3R tidak beroperasi, sementara 13 unit lainnya berstatus aktif namun belum berjalan maksimal.
Kabid Persampahan dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup KLU, Samsul Hadi menyebutkan berbagai kendala teknis maupun non-teknis menjadi penyebab tidak berfungsinya sejumlah TPS3R. Enam unit yang lumpuh berada di Desa Sambik Elen, Sokong, Kayangan, Gondang, Segara Katon, dan Pemenang Timur.

“Penyebabnya beragam, mulai dari keterbatasan SDM, minimnya pengetahuan pengelola, hingga kurangnya sarana prasarana. Bahkan ada TPS3R yang tidak bisa diakses kendaraan roda tiga karena jalan sempit, serta lokasinya berdekatan dengan permukiman sehingga ditolak masyarakat,” jelas Samsul, Jumat (03/10/2025).
Ia menambahkan, TPS3R yang masih berjalan pun umumnya hanya mampu mengolah sampah sampai tahap pemilahan. Sisa residu kemudian tetap harus diangkut oleh dinas ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Pengelolaan sampah kita belum maksimal. Sebagian besar hanya bisa memilah, sisanya kami yang harus menanggung untuk dibawa ke TPA,” katanya.
Pembangunan TPS3R di KLU sendiri menggunakan anggaran Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dari dana pusat, tanpa dukungan APBD. Dari 13 unit yang aktif, pemerintah daerah saat ini hanya mampu memberikan honor Rp1 juta per bulan bagi pengelola. Namun, pada APBD Perubahan 2025, jumlahnya akan dinaikkan menjadi Rp2 juta.
“Kami ingin memberi apresiasi. Orang yang bekerja di kantor dengan pakaian rapi bisa digaji, maka yang bekerja di TPS3R dengan kondisi kotor dan berhadapan dengan bau busuk sepatutnya juga mendapat penghargaan,” jelasnya.
Data menunjukkan volume sampah di Lombok Utara mencapai 108,79 ton per hari. Sumber terbesar berasal dari rumah tangga dengan dominasi sampah sisa makanan 60 persen, disusul plastik sebesar 15 persen.
Untuk mengurangi timbulan sampah, pemerintah daerah berencana mendorong penggunaan tong kompos di setiap dusun, sehingga pengolahan sampah organik bisa dimulai dari rumah tangga.
“Kami juga berharap ada intervensi serius dari pemda, bukan hanya soal honor dan peningkatan sarana, tetapi juga dukungan pemasaran produk TPS3R. Contohnya di Banyumas, pemerintah tidak hanya memberi honor, tapi juga membeli hasil produksi TPS3R. Model seperti ini bisa menjadi solusi keberlanjutan,” tegas Samsul.
Sementara, Kepala Desa Segara Katon, Ramdhan mengaku hingga kini TPS3R di desanya belum berfungsi. Persoalan utama yang dihadapi adalah sulitnya mencari tenaga kerja yang benar-benar mau terlibat secara serius.
“Kami masih merekrut anak yang benar-benar mau bekerja,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp. (gii)