Stunting naik, Pemda Lombok Utara libatkan LSM dan tokoh agama

Ilustrasi Stunting. (Poto shutterstock)

kicknews.today – Angka stunting di Kabupaten Lombok Utara (KLU) mengalami kenaikan signifikan berdasarkan hasil survei terbaru, yakni mencapai 35,2 persen. Data ini menjadi perhatian serius Pemerintah Daerah (Pemda), mengingat KLU sebelumnya mencatatkan angka stunting yang lebih rendah.

 

Sekretaris Daerah (Sekda) KLU, Anding Dwi Cahyadi, menegaskan bahwa persoalan ini membutuhkan intervensi masif dengan melibatkan banyak pihak. Pemda juga membuka ruang kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi keagamaan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

 

“Data 35,2 persen ini tentu bukan sesuatu yang membanggakan, tapi harus kita intervensi secara masif. Provinsi sudah menyiapkan dua desa binaan, yaitu Desa Senaru dan Desa Malaka. Ironisnya, kedua desa ini adalah kawasan pariwisata yang seharusnya masyarakatnya sejahtera dan sehat, namun justru menjadi daerah dengan angka stunting tinggi,” ujar Anding, Senin (01/09/2025).

 

Ia menambahkan, faktor utama penyebab stunting di KLU adalah kemiskinan dan pola perilaku masyarakat. Salah satu contoh adalah penggunaan uang masyarakat untuk kegiatan adat (gawe) ketimbang untuk konsumsi makanan sehat.

 

“Ini yang perlu kita ubah melalui edukasi. Banyak warga rela menabung 5-10 tahun hanya untuk hajatan, tetapi kebutuhan gizi keluarga justru terabaikan. Dengan kolaborasi banyak pihak, insya Allah dalam dua sampai tiga tahun ke depan angka stunting bisa kita turunkan,” katanya.

 

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan KLU, Lalu Bahrudin, menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan program pelayanan kesehatan berbasis pencegahan stunting, di antaranya melalui Posyandu Stunting. Program ini digerakkan bersama DB2KB, puskesmas, dan tenaga kesehatan di lapangan.

 

“Kami terus bergerak secara masif lewat edukasi, sosialisasi, hingga pelayanan kesehatan langsung di masyarakat. Fokus kami adalah mengubah pola asuh ibu terhadap anak, termasuk memperhatikan asupan makanan dan gizi agar tidak agammuncul kasus stunting baru,” jelas Bahrudin.

 

Ia juga menekankan pentingnya sinkronisasi data. Meski data internal Dinas Kesehatan menyebutkan angka stunting sebesar 13,4 persen, namun Pemda tetap menggunakan hasil survei SBKI yang mencatat angka lebih tinggi, yaitu 35,2 persen, sebagai rujukan dalam intervensi.

 

 

 

“Memang data SBKI tinggi, bukan hanya di Lombok Utara tetapi hampir di semua daerah. Namun, kami tetap gunakan data tersebut sebagai dasar agar langkah intervensi lebih terarah,” tutupnya. (gii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI