kicknews.today – Harapan warga dan pelaku pariwisata di Gili Meno untuk mendapatkan pasokan air bersih melalui jaringan pipa bawah laut dari Gili Air harus kembali bersabar. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lombok Utara (KLU) menegaskan bahwa proyek ambisius tersebut belum bisa direalisasikan dalam waktu dekat, lantaran terganjal keterbatasan anggaran dan defisit debit air.
Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR KLU, Rangga Wijaya menjelaskan bahwa kabar mengenai telah tersedianya anggaran pemasangan pipa bawah laut adalah informasi yang keliru.

”Kami belum mengalokasikan anggaran untuk proyek itu. Yang kami lakukan baru sebatas kajian awal dan analisis kelayakan,” tegas Rangga, Kamis (17/07).
Dari hasil kajian sementara, pemasangan pipa bawah laut dari Gili Air ke Gili Meno dinilai belum layak karena pasokan air bersih yang tersedia belum mencukupi untuk dialirkan ke pulau tersebut. Bahkan, di daratan Lombok Utara sendiri masih banyak wilayah yang belum terlayani PDAM.
”Debit air yang tersedia saja belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan warga di daratan. Masih ada banyak dusun di luar Gili yang belum mendapat layanan air bersih,” jelasnya.
Beberapa daerah yang disebut masih mengalami defisit air bersih di antaranya Dusun Pengembuk (Desa Sokong), Desa Siger Penjali, Menggala, Malaka, dan Pemenang Barat. Kondisi tersebut membuat pemerintah mengambil langkah realistis dengan memprioritaskan teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) sebagai solusi jangka pendek dan panjang.
”Teknologi SWRO dinilai lebih tepat untuk wilayah kepulauan kecil seperti Gili. Selain hemat lahan dan efisien waktu pengerjaan, biaya investasi bisa lebih terjangkau jika dilakukan lewat skema kerja sama dengan pihak ketiga,” ujar Rangga.
Teknologi SWRO merupakan sistem pengolahan air laut menjadi air layak konsumsi, yang sangat cocok diterapkan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang miskin sumber air tawar. Pemerintah KLU menilai pendekatan ini jauh lebih strategis dibanding memaksakan pemasangan jaringan pipa bawah laut dengan biaya yang bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Senada dengan itu, Sekretaris BPBD KLU, Nyoman Juliada menambahkan bahwa permasalahan kekeringan masih melanda puluhan dusun di berbagai kecamatan di Lombok Utara. Berdasarkan data tahun 2024 yang masih relevan hingga kini, terdapat lebih dari 50 dusun yang mengalami kesulitan air bersih, termasuk Otak Lendang, Akar-Akar Selatan, Batu Gembung, Embar-Embar, hingga Gubuk Baru dan Rempek.
“Belum ada perubahan signifikan dari data kekeringan tahun lalu. Wilayah-wilayah itu masih menjadi prioritas penanganan,” ungkap Nyoman.
Sementara itu, Diarta warga Dusun Waker, Desa Santong Asli, Kecamatan Kayangan, menyuarakan harapannya agar distribusi air dari PDAM diprioritaskan untuk masyarakat sekitar. Ia menilai bahwa sebelum membangun proyek untuk kawasan wisata, pemenuhan air bagi warga harus menjadi perhatian utama.
“Kami sangat butuh air. Kalau bisa PDAM prioritaskan dulu warga di daerah yang belum terlayani. Baru setelah itu ke kawasan wisata,” katanya.
Dengan kondisi ini, Pemerintah KLU memilih bersikap rasional dan fokus pada pembangunan infrastruktur air bersih yang lebih realistis, terjangkau, dan cepat terwujud, terutama demi memenuhi hak dasar warga akan akses air bersih. (gii)