kicknews.today – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengambil langkah strategis dalam mendukung pengembangan komoditas unggulan daerah, khususnya kakao, di Kabupaten Lombok Utara (KLU).
Kawasan ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi kakao terbesar di NTB dan menjadi tumpuan harapan peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

Kepala OJK NTB, Rudi Sulistyo menegaskan komitmen lembaganya untuk tidak hanya menjaga stabilitas sektor keuangan, tetapi juga mendorong pembangunan ekonomi daerah. Salah satu bentuk konkret dukungan tersebut adalah keterlibatan aktif dalam pengembangan perkebunan kakao melalui pendekatan ekosistem yang terintegrasi.
“Kami telah memetakan berbagai komoditas unggulan di NTB, dan kakao menjadi salah satu yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk itu, kami hadir mendorong penguatan ekonomi lokal,” ujar Rudi.
Upaya ini dilakukan melalui skema closed loop yang menghubungkan petani, lembaga keuangan, pemerintah daerah, dan sektor industri. Model ini merupakan lanjutan dari program serupa yang telah sukses dijalankan di Provinsi Bali sejak 2024. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan kakao secara berkelanjutan dan berkualitas.
Sebagai bagian dari program tersebut, OJK menghadirkan pelatihan terpadu bagi para petani kakao. Materi pelatihan mencakup pengelolaan keuangan oleh OJK, teknik budidaya dan pascapanen dari Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, hingga akses pembiayaan dari perbankan.
“Perwakilan industri jasa keuangan hadir memberikan informasi tentang berbagai skema pembiayaan yang bisa dimanfaatkan petani, sehingga mereka tidak lagi bergantung pada rentenir,” kata Rudi.
Dukungan pembiayaan tersebut akan dikolaborasikan dengan program Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir yang digagas oleh Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Kabupaten Lombok Utara. Tujuannya, memperkuat akses permodalan yang mudah, aman, dan terjangkau bagi petani kakao.
Ketua Kelompok Tani Kakao KLU, Pardan mengapresiasi dukungan OJK yang dinilainya sangat tepat sasaran.
“Selama ini banyak petani belum mengakses pembiayaan formal. Dengan program ini, kami punya harapan besar untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan,” ujarnya.
Sementara, Kepala Bidang Perkebunan Distanbun NTB, Ahmad Ripai menyampaikan bahwa saat ini sekitar 60 persen dari total perkebunan kakao di NTB berada di Lombok Utara.
Tercatat sebanyak 4.600 kepala keluarga mengelola lahan kakao, dengan produksi mencapai 1.669 ton biji kering per hektar. Tren harga kakao yang mencapai Rp140 ribu per kilogram pada Desember 2024 juga memperkuat potensi komoditas ini sebagai penopang ekonomi daerah.
“Dengan penerapan budidaya dan perlakuan pascapanen yang baik, kami yakin hasil panen bisa lebih optimal dan berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan petani,” jelasnya.
Sinergi antara OJK, pemerintah daerah, dan seluruh stakeholder terus diperkuat untuk memaksimalkan potensi kakao sebagai motor penggerak ekonomi berkelanjutan. Masa depan kakao Lombok Utara pun dinilai cerah dan menjanjikan, seiring hadirnya dukungan konkret dari sektor keuangan. (gii-bii)