Komunitas LGBT di Lombok Tengah kembali mencuat, begini respons DPRD

Ilustrasi. (Dok. Istockphoto)

kicknews.today – Isu keberadaan komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) kembali menjadi sorotan publik. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari seluruh desa, tercatat lebih dari dua ribu orang teridentifikasi sebagai bagian dari komunitas tersebut.

 

 

 

Anggota DPRD Lombok Tengah, Ahmad Syamsul Hadi mengungkapkan fakta ini dalam keterangannya kepada media, Senin (28/04/2025).

 

 

 

”Iya, sekitar dua ribuan lebih, menurut riset dan data yang dikumpulkan dari masing-masing desa ke kita,” ujarnya.

 

 

 

Syamsul menjelaskan bahwa para anggota komunitas ini adalah warga lokal yang dalam kesehariannya berbaur dan berinteraksi normal di tengah masyarakat. Ia menegaskan bahwa mereka tidak menunjukkan perbedaan mencolok dalam aktivitas sosial sehari-hari.

 

 

 

”Orang lokal di sini, mereka kelihatan normal. Memang normal. Sehari-hari mereka bersosialisasi bermasyarakat,” tambahnya.

 

 

 

Menurut Syamsul, faktor utama yang mendorong seseorang menjadi bagian dari komunitas LGBT di Lombok Tengah adalah kekecewaan terhadap keluarga serta trauma dalam hubungan percintaan.

 

 

 

Ia menilai bahwa setiap individu memiliki “bibit” dalam dirinya, namun faktor lingkungan dan pengalaman hiduplah yang menentukan apakah bibit itu berkembang.

 

 

 

”Setiap orang itu punya bibit, menjadi lesbian atau gay itu ada dalam diri kita masing-masing. Cuma bibit itu bisa besar atau tidak,” jelasnya.

 

 

 

Ia menambahkan bahwa komunitas ini bersifat tertutup dan tersebar di 12 kecamatan di Lombok Tengah, meski enggan mengungkap kecamatan mana yang memiliki jumlah anggota terbanyak.

 

 

 

”Intinya di 12 kecamatan di Lombok Tengah, jangan sebut dominasinya,” tegasnya.

 

 

 

Syamsul menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam menyikapi keberadaan komunitas ini. Ia mengingatkan bahwa mereka merupakan kelompok rentan yang memerlukan perhatian khusus, bukan penghakiman.

 

 

 

”Pertama yang harus dilakukan adalah pendekatan kepada mereka. Kelompok ini bisa dibilang kelompok rentan. Mereka bisa jadi tidak mau, tetapi bibit LGBT dalam diri mereka juga tumbuh, dan itu yang harus diketahui, apakah akibat faktor lingkungan atau faktor internal mereka sendiri,” terangnya.

 

 

 

Ia juga mencatat bahwa mayoritas anggota komunitas ini berasal dari generasi muda dengan usia rata-rata di bawah 30 tahun dan sebagian besar belum menikah.

 

 

 

Sebagai langkah ke depan, Syamsul mengusulkan adanya diskusi terbuka dan pendekatan psikologis untuk membantu para anggota komunitas memahami jati diri mereka dan mencari solusi yang sesuai dengan norma sosial yang berlaku di Lombok Tengah.

 

 

 

”Kalau kita maunya nanti mereka diskusikan lebih jauh, lebih dalam, untuk bisa dilakukan pendekatan psikologi, ngobrol. Karena hal begini nggak bisa dibiarkan. Secara standar kita di Lombok Tengah, tidak masuk, tidak bisa itu,” pungkasnya. (gii-bii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI