kicknews.today – Di manapun Kota Tua bersejarah apalagi di daerah pariwisata seharusnya menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Seperti misalnya Kota Tua Jakarta yang dikenal dengan sebutan Batavia Lama atau sebut saja Kota Tua di Bandung maupun Semarang semuanya tertata dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat tanpa meninggalkan nilai-nilai sejarah.
Hal ini nampak berbeda dengan Kota Tua Ampenan di pulau Lombok yang meskipun ada di daerah pariwisata tersohor dunia, namun tidak dapat bekilau seperti kota-kota tua lain, apalagi untuk sampai memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal di Ampenan.
“Kota Tua Ampenan itu satu-satunya bukti sejarah hidup yang masih dimiliki pulau Lombok. Ampenan adalah bukti kejayaan kita di masa lalu, dan kalau ditata dengan konsep dan cara yang benar maka orang-orang di Ampenan tidak ada yang akan hidup di bawah garis kemiskinan,” kata Chairul Saleh yang saat ini sedang mencalonkan diri sebagai anggota Legislatif dari Dapil Ampenan dari partai NasDem saat ditemui, Sabtu (3/1/2024).
Menurut Saleh, penataan Kota Tua Ampenan hingga saat ini tidak memiliki konsep yang jelas mau di bawa ke arah mana. Bahkan kata dia saat ini Ampenan itu seperti “orang tua ringkih yang bau balsem” dan tidak menarik sama sekali.
“Pelabuhan Ampenan seharusnya menjadi tonggak sejarah. Inilah jualan utama pariwisata Kota Tua Ampenan. Tapi kita sama sekali tidak melihat penataan yang memperlihatkan nilai-nilai sejarah tersebut di sana. Bahkan tiang-tiang pancang pelabuhan Ampenan sekarang sudah banyak yang hilang tanpa ada siapapun yang peduli. Ini sangat miris,” kata Chairul Saleh yang berlatar belakang kontraktor itu.
Sedikit ke arah utara dan selatan Pelabuhan ada Kampung Melayu Bangsal dan Kampung Bugis yang merupakan zona kumuh padat penduduk. Menurut Chairul Saleh masyarakat di sana cuma dilihat oleh para elit pada saat musim Pemilu saja. Selebihnya tidak ada yang memikirkan nasib mereka. Bagaimana para keluarga yang terdampak abrasi pantai atau pengembangan SDM mereka sebagai masyarakat nelayan.
“Padahal di Ampenan ini ada BUMN besar seperti Pertamina dan PLN melalui CSR-nya yang seharusnya juga ikut terlibat dalam pengembangan potensi masyarakat dan antisipasi bencana abrasi yang setiap tahun menjadi masalah. Dari situ saja sudah banyak sekali solusi yang didapatkan,” kata Chairul Saleh.
Soal penataan Kota Tua, menurut Caleg No 2 dari Partai NasDem Dapil Ampenan ini dilihatnya masih semeraut. Cidomo yang menjad icon kendaraan di Kota Tua sudah hampir punah. Dari hal itu saja, sudah berapa banyak keluarga yang terdampak kesejahteraannya dan terpaksa beralih profesi meski bukan pada bidangnya.
“Sekarang kita jarang sekali melihat Cidomo di Ampenan. Padahal di foto-foto promosi pariwisata Kota Tua Ampenan, Cidomo hampir selalu ada. Artinya ada yang salah dengan cara kita mengelola kehebatan sejarah Kota Tua Ampenan ini,” jelas Chairul Saleh.
Mengenai program dan konsep yang seharusnya diterapkan, Chairul Saleh mengaku sudah memiliki banyak gagasan yang berbasis riset pada kebutuhan masyarakat untuk pengembangan Kota Tua Ampenan. Sehingga itu Chairul Saleh mengusung tema kampanye “Ampenan Setil.. Ndak Ada Gambrah Antara Kita”.
Bukan berangkat dari ruang kosong, tema itu diambil Chairul Saleh dari bahasa sehari-hari orang Ampenan. “Setil” berarti keren yang terkonsep jelas dan menimbulkan dampak kemanfaatan bagi masyarakat. Sedang “Gambrah” dalam bahasa Ampenan berarti tidak ada kebohongan maupun sanjungan-sanjungan kosong tanpa makna.
Maka itu Chairul Saleh mengajak warga Ampenan untuk memberikan kepercayaan kepada dirinya untuk duduk di kursi legislatif Kota Mataram agar konsep-konsep dan gagasan mengenai “Ampenan Setil” ini lebih mudah dia realisasikan demi kepentingan masyarakat yang semakin sejahtera, juga untuk mengembalikan kejayaan Kota Tua Ampenan. (red.)