kicknews.today – Lalu Muharia, seorang guru ngaji di Desa Lanci Jaya Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu, NTB dilaporkan ke polisi atas dugaan kasus penganiayaan santri. Pria yang juga Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) di Desa Lanci Jaya itu sempat ditahan tiga hari di sel tahanan Polres Dompu.
Lalu Muharia kini sudah dibebaskan setelah ada kesepakatan islah dengan pihak pelapor. Ironisnya, Lalu Muharia sempat diminta uang ganti rugi sebesar Rp50 juta sebagai syarat damai, walaupun pada akhirnya disepakati Rp7 juta.
“Uang Rp7 juta itu sudah diserahkan sebelum saya dibebaskan. Saya ucapkan terima kasih pada rekan-rekan guru dan kerabat yang ikut membantu,” kata Lalu dihubungi via HP, Selasa (16/1/2024).
Lalu masih belum menyangka dengan persoalan yang dihadapinya. Ia juga merasa kaget ketika dirinya sampai ditahan dengan alasan keamanan.
“Alhamdulillah sekarang saya sudah bebas berkat bantuan dan kebersamaan teman-teman,” katanya.
Lalu menceritakan kejadian itu bermula saat kegiatan madrasah diniyah yang diikuti para santri ponpes pada Kamis sore (11/1/2024). Kegiatan itu memang dikenakan iuran Rp30 ribu per bulan tiap santri.
Setelah madrasah diniyah, para santri kembali melanjutkan kegiatan belajar mengaji rutin selepas salat magrib berjamaah yang dibina sejumlah guru di Ponpes. Saat kegiatan berlangsung lima orang santri termasuk korban inisial A, kelas 4, terlihat saling kejar kejaran di halaman hingga di emperan masjid tanpa lepas alas kaki. Kebetulan saat itu dirinya sedang menyapu teras masjid menggunakan sapu ijuk.
“Sempat saya tegur tapi tak dihiraukan, akhirnya saya panggil 5 anak itu dan memukul betisnya,” ujar Lalu.
Setelah dipukul, ia menyuruh mereka masuk dan fokus belajar mengaji bersama santri lain. Tidak berselang lama, sejumlah siswa, termasuk lima anak yang dihukum sebelumnya membuat keributan.
“Karena ribu lagi, saya panggil dan suruh mereka pulang ke rumahnya. Jumlahnya ada 7 orang,” kata Lalu.
Masalah baru muncul saat dirinya menghadiri acara doa di rumah warga sekitar Ponpes selepas salat isya. Tiba-tiba dia dipanggil oleh seorang warga dan meminta untuk menghadap ke rumah orang tua korban. Di rumah tersebut, ia diperlihatkan korban sedang diurut di bagian kaki dan tangannya.
“Orang tuanya marah dan meminta pertanggungjawaban saya. Saya sudah jelaskan bahkan memanggil 4 enak lain yang saya pukul sebagai saksi,” aku Lalu.
Malam itu katanya, ia sempat diancam dilaporkan ke polisi. Ia juga tidak keberatan kalau memang itu pilihan mereka.
“Esoknya baru mereka laporkan ke Polres Dompu. Sekitar sore hari, saya mendapat surat panggilan kepolisian yang dibawa oleh Pak Muis, Kepala Dusun Patuh Karya Desa Lanci Jaya,” katanya.
Sabtu (13/1/2027) ia bersama kepala dusun menghadap Unit PPA Polres Dompu. Setelah sekitar satu jam diperiksa, ia dipersilahkan pulang oleh penyidik.
“Saat hendak keluar dari Polres, saya dipanggil oleh Kanit atau Kasat, namanya pak Ramli. Saat itu saya diminta menetap dulu (ditahan) di Polres dengan alasan keamanan. Senin (15/1/2024) saya baru dibebaskan setelah ada kesepakatan damai,” cerita Lalu.
Kapolsek Manggelewa, Ipda Bukhari Maha Putra, SH membenarkan peristiwa itu. “Unit PPA Polres yang tangani. Coba ke pak Kasat,” katanya. (jr)