Persatuan Perawat, Bidan, Apoteker hingga Dokter di NTB ancam mogok kerja

kicknews.today – Penolakan terhadap RUU Kesehatan (Omnibus Law) terus berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia. Tidak terkecuali Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan penolakannya terhadap penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan. Bahkan PPNI akan ancam mogok kerja, jika pendapat mereka tidak disikapi pemerintah.

“Sikap PPNI mewakili suara hati kami semua. Semoga pendapat kami didengar pemerintah,” harap Dr. dr Rohadi, SpBS(K), Ketua IDI NTB. 

Sabtu (5/11), lima Organisasi Profesi (OP) medis dan kesehatan wilayah NTB yakni, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyampaikan bahwa ada banyak kondisi kesehatan di NTB yang umumnya dialami oleh wilayah Indonesia Timur yang lebih membutuhan perhatian segera oleh pemerintah pusat ketimbang RUU kesehatan ini. Selama puluhan tahun koordinasi antara OP dan pemerintah kesehatan setempat berjalan sangat harmonis dan saling bersinergi untuk mengatasi minimnya perhatian pemerintah pusat terhadap kondisi tersebut.

“Kami mendukung perbaikan sistem kesehatan yang terdapat dalam RUU tersebut, terutama dalam hal pemerataan dokter spesialis untuk daerah-daerah,” tegas Dr. dr Rohadi.

Saat ini kata Rohadi, hanya sekitar 14 persen dokter yang dapat diserap pemerintah. Namun sayangnya, sektor kesehatan swasta belum dikembangkan sepenuhnya. Meski demikian, kewenangan UU profesi tidak bisa dihilangkan, karena hal ini sudah berjalan dengan baik dan tertib.

“Penghilangan UU Profesi ini tidak hanya berpotensi negatif pada organisasi profesi, namun terutama pada masyarakat, karena dalam hal ini masyarakat lah yang pada akhirnya merasakan efek terbesar dari penghapusan UU tersebut,” kata Rohadi, Sabtu (5/11).

Kelima organisasi profesi medis Kesehatan tersebut sepakat bahwa Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.

Sementara, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah NTB, drg Bagio Ariyogo Murdjani mempertanyakan mengapa UU Profesi tidak boleh dihilangkan dan harus diatur dan dilindungi oleh UU tersendiri. Karena profesi dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, bidan ini menyangkut hak pasien, banyak risiko, berkaitan dengan penerapan teknologi dan menyangkut kepastian hukum, keadilan, dan keselamatan pasien.

UU di bidang kesehatan yang ada saat ini boleh dikatakan sudah berjalan dengan selaras seperti UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 38/2014 tentang Keperawatan, UU No 4/2019 tentang Kebidanan, dan RUU tentang Kefarmasian. Sebab semua UU tersebut merujuk kepada UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU No 36/2009 tentang Kesehatan (hasil revisi dari UU No 23/1992), dan semuanya dibuat oleh institusi yang sama, yakni DPR dan Pemerintah.

“Selain itu, semua UU tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu, memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi serta tenaga medis lainnya. Kemudian memberikan kepastian hukum kepada dokter dan dokter gigi dan tenaga medis Kesehatan lainnya seperti Bidan, perawat, dan Apoteker, dan terutama perlindungan pelayanan kepada masyarakat,” jelasnya.

Ketua PPNI NTB, H. Muhir, S,Kep, Ners dan Ketua IBI NTB, Ni Wayan Mujuningsih, S.St S.Sos mengatakan bahwa hal-hal lain yang perlu dijadikan perhatian, tenaga kesehatan juga merupakan warga negara yang memiliki hak-hak konstitusi yang sama. Diantara hak-haknya adalah mendapat perlindungan hukum, perlindungan diri, harkat dan martabat, serta berhak memperoleh pekerjaan dan kesejahteraan diri dan keluarganya.

Biaya pendidikan yang tinggi menyebabkan tidak semua siswa berpotensi sanggup melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran. Pajak alat kesehatan yang tinggi menyebabkan pemerataan dan penguasaannya membutuhkan biaya tinggi. Selain itu remunerasi yang berkeadilan bagi tenaga kesehatan sangat dibutuhkan, terutama di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan) agar lebih banyak yang mengabdi.

Ketua IAI NTB, apt. Drs. Agus Supriyanto menyatakan bahwa OP kesehatan tidak pernah memperoleh informasi ataupun diajak terlibat dalam diskusi mengenai RUU Kesehatan ini. Demikian juga dengan pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan juga tidak mengetahui hal ini.

Padahal katanya, keberadaan OP kesehatan membantu tugas pemerintah dan Dinkes daerah terutama dalam pemeriksaan latar belakang anggota, penanganan etik, dan lain-lain. Sejalan dengan pernyataan Organisasi Profesi Medis dan Kesehatan Nasional yang digaungkan beberapa pekan lalu, Kelima OP Kesehatan di NTB ini juga menyatakan siap mendukung perbaikan Sistem Kesehatan Nasional melalui UU Sistem Kesehatan Nasional, namun tidak dengan menghilangkan UU Profesi yang sudah ada. (jr)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI