kicknews.today – Warga Dusun Kebaloan Bawah, Desa Senaru, Kecamatan Kayangan kembali harus menahan kecewa. Pasalnya, jembatan penghubung utama yang sudah rusak sejak 8 tahun lalu hingga kini belum kunjung diperbaiki, meskipun keluhan mereka telah ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU).
Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) KLU, Triasmadi Sahgiwan mengakui bahwa persoalan jembatan Kebaloan Bawah sudah masuk tahap perencanaan, namun belum bisa dilanjutkan ke tahap pembangunan karena kendala anggaran dan kompleksitas teknis.

“Sudah ditindaklanjuti, tapi baru sampai perencanaan. Peluang usulnya hanya lewat Inpres Jalan Daerah, karena Dana Alokasi Khusus (DAK) sekarang tidak tersedia. Itu pun kriterianya sangat ketat,” ujarnya kepada media, Jumat (11/07/2025).
Menurutnya, biaya pembangunan jembatan yang memiliki bentang lebih dari 30 meter ini sangat besar. Selain itu, lokasi jembatan berada di tikungan sungai yang menjadikannya rawan rusak akibat erosi saat hujan deras dan debit air tinggi. Solusinya adalah relokasi akses jalan, yang tentu membutuhkan pembebasan lahan baru.
“Ini perlu campur tangan pimpinan karena tidak hanya soal biaya, tapi juga soal lahan. Prosesnya panjang, dan sekarang kita hanya bisa mengandalkan APBD yang sangat terbatas,” jelasnya.
Meski status jalannya adalah jalan kabupaten, jembatan tersebut awalnya dibangun oleh pemerintah desa, dan kini diperkirakan membutuhkan anggaran sekitar Rp 5 miliar untuk perbaikan.
Harapan sempat diarahkan pada bantuan DAK, namun kebijakan efisiensi anggaran nasional serta fokus pemerintah pusat di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto membuat peluang tersebut semakin kecil.
“Tahun ini dari APBD kita hanya satu proyek infrastruktur yang masuk tender. Sisanya hanya penunjukan langsung (PL) dan aspirasi dewan. APBD kita tersedot untuk penataan pusat pemerintahan,” ungkap Triasmadi.
Padahal, jembatan tersebut sangat penting bagi akses masyarakat dan distribusi hasil pertanian yang termasuk dalam kategori penopang ketahanan pangan. Sayangnya, kriteria Inpres Jalan Daerah yang mengharuskan lebar jalan minimal 5,5 meter menjadi tantangan tersendiri bagi wilayah seperti Kebaloan Bawah.
Saat ini, warga terpaksa menggunakan jalur alternatif yang memutar jauh, yakni melalui Mengaling menuju Batu Rakit kemidian Baloan. Jika kondisi sungai memungkinkan, beberapa warga nekat melintasi sungai langsung, meskipun berisiko saat terjadi banjir.
“Lewat jembatan jelas lebih dekat. Tapi sekarang warga harus memutar. Kalau sungai kering ya bisa lewat bawah, tapi kalau banjir harus jauh lagi,” imbuhnya.
Triasmadi pun menegaskan bahwa pihaknya akan tetap mendorong pembangunan jembatan tersebut ke tingkat pimpinan sambil menunggu peluang anggaran yang lebih memungkinkan.
Harapan besar kini bertumpu pada keberpihakan pemerintah daerah dan pusat terhadap infrastruktur pedesaan, agar kebutuhan dasar warga seperti akses jalan dan jembatan tidak lagi menjadi masalah menahun.
Sementara itu, warga Kebaloan Bawah kembali diminta bersabar dan tetap waspada, terutama saat musim hujan tiba. (gii-bii)