25 tahun tak ada kejelasan, pemilik lahan SMPN 3 Bayan melawan

Lahan SMP 3 Bayan yang Diduga belum Dibayarkan. (Foto. kicknews.today/Anggi)

kicknews.today – Ironi menimpa Senalam, warga Dusun Magling, Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara (KLU). Selama 25 tahun lamanya, ia menunggu kejelasan pembayaran atas tanah seluas 1 hektare miliknya yang kini telah berdiri bangunan SMP Negeri 3 Bayan.

 

Tanah tersebut diminta oleh utusan Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Barat bersama Kepala Desa Senaru pada tahun 2000 untuk dibebaskan sebagai lokasi sekolah. Senalam mengaku telah menyerahkan dokumen beserta sertifikat tanahnya kepada pihak terkait. Namun hingga kini, ia hanya menerima uang muka (DP) tanpa ada pelunasan dari pemerintah.

 

“Sudah berulang kali saya menuntut kejelasan ke Kepala Desa, hingga Bupati Lombok Utara, tapi tidak ada hasil. Yang diberikan hanya DP saja, pembayaran penuh tidak pernah saya terima,” ujar Senalam, Sabtu (06/09/2025).

 

Zainudin, kuasa dari Senalam sekaligus Gubernur LIRA NTB, menyebut proses jual beli tanah ini cacat hukum. Selain sertifikat tanah Senalam hilang, pembebasan lahan dilakukan tanpa dokumen resmi pelepasan aset maupun bukti pembayaran sah.

 

“Ini jelas transaksi bawah tangan. Sertifikat tanah hilang, tidak ada dokumen pelepasan aset, dan pembayaran tidak tuntas. Kami akan membawa masalah ini ke ranah hukum agar Pemda Lombok Utara segera melunasi kewajibannya,” tegas Zainudin.

 

Kepala Desa Senaru, Raden Akria Buana, membenarkan dirinya yang menjembatani proses pembebasan lahan pada masa itu. Ia juga mengonfirmasi bahwa sertifikat tanah Senalam memang dibawa oleh utusan Pemda Lombok Barat.

 

“Memang benar, pembayaran belum tuntas. Pemda hanya memberikan uang muka, sisanya tidak pernah dibayar,” ungkapnya.

 

Sementara, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Lombok Utara, Sahabudin, menegaskan bahwa tanah SMPN 3 Bayan tidak tercatat dalam SK maupun berita acara serah terima dari Pemda Lombok Barat ke Pemda Lombok Utara.

 

“Kami akan koordinasi dengan Pemda Lombok Barat, BPN, dan Kejaksaan Mataram untuk menyelesaikan persoalan ini sesuai prosedur hukum. Kejaksaan juga akan kami libatkan sebagai pendamping dalam memberikan legal opinion,” kata Sahabudin. (gii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI